Grace and Truth

This website is under construction !

Search in "Indonesian":

Home -- Indonesian -- 04. Sira -- 9 PENAKLUKKAN Muhammad atas Mekah dan sekitarnya (Januari sampai Maret 630 M)

This page in: -- Chinese -- English -- French -- German -- INDONESIAN -- Portuguese -- Russian -- Uzbek

Previous book -- Next book

04. KEHIDUPAN MUHAMMAD MENURUT IBN HISHAM

9 - PENAKLUKKAN Muhammad atas Mekah dan sekitarnya (Januari sampai Maret 630 M)

Penaklukkan Terakhir Atas Mekah (Jan. 630 M) - Kampanye militer terhadap Hunain dan Akibatnya(Januari – Maret 630 M)


9.01 -- Judul
9.02 -- Penaklukkan Terakhir Atas Mekah (Jan. 630 M)


9.01 -- PENAKLUKKAN Muhammad atas Mekah dan sekitarnya (Januari sampai Maret 630 M)

Menurut Muhammad Ibn Ishaq (meninggal 767 M) diedit oleh Abd al-Malik Ibn Hischam (meninggal 834 M)

Sebuah terjemahan yang diedit dari bahasa Arab, aslinya ditulis oleh Alfred Guillaume

Sebuah seleksi dengan anotasi oleh Abd al-Masih dan Salam Falaki

9.02 -- Penaklukkan Terakhir Atas Mekah (Januari 630 M)

9.02.1 -- Penyebab Terjadinya Kampanye Militer terhadap Mekah

Setelah mengirim Mu’ta, Muhammad tinggal di Medinah pada bulan Jumadil Akhir (bulan keenam) dan Rajab (bulan ketujuh). Kemudian penganiayaan Bani Bakr ibn Abd Manat terhadap suku Khuza’a dimulai ketika mereka berkemah di dekat persediaan air yang disebut “al-watir” di dataran rendah Mekah. Masalah timbul dengan urutan sebagai berikut: Malik ibn Abbad, dari Bani al-Hadrami – pada saat itu adalah sekutu Aswad ibn Razn – melakukan transaksi dagang di area kekuasaan Khuza’a dan di sana ia dirampok dan dibunuh oleh suku Khuza’a.

Sesudahnya, Bani Bakr berhadapan dengan seorang Khuzait dan membunuhnya. Kemudian, tidak lama sebelum mereka menerima Islam, suku Khuza membunuh ketiga putra dari Aswad ibn Razn al-Dili: Salma, Khultum dan Dhuaib – di Arafa, di dekat monumen suci. Mereka telah menobatkan dan menetapkan status bangsawan atas Bani Kinana. Selama konflik dengan Bani Bakr dan Khuza’a, Islam datang pada mereka, mengendalikan dan memenuhi waktu mereka sibuk sepenuhnya. Pada masa-masa damai yang kepemimpinan Hudaibiya setiap orang bebas memilih untuk membuat perjanjian persahabatan dengan Muhammad atau Suku Quraisy. Bani Bakr bersekutu dengan Suku Quraisy, sedangkan Suku Khuza’a dengan Muhammad. Mengikuti pakta perdamaian, Bani al-Dil, yang merupakan bagian dari Bani Bakr, ingin membalas dendam kepada suku Khuza’a atas pembunuhan putra-putra al-Aswad. Nawfal ibn Mu’awiya, yang bertanggung jawab atas Bani al-Dil, keluar bersama kaumnya dan menyerang suku Khuza pada waktu malam di mata air Watir dan membunuh seorang pria. Suku Quraisy mendukung Bani Bakr dengan mengangkat senjata. Beberapa orang bahkan bertempur secara diam-diam pada malam hari di dalam wilayah mereka, sehingga mereka mendesak Suku Khuza’a ke wilayah suci. Ketika mereka tiba di sana, Bani Bakr berseru: “Nawfal! Kita berada di daerah suci, takutlah akan Allah!” Namun Nawfal berbicara dengan kata-kata yang menyedihkan: “Tidak ada Allah hari ini, wahai Bani Bakr! Balaskanlah dendam, karena demi mengambil nyawaku engkau tetap akan melakukan banyak kejahatan di area suci. Mengapa engkau malu untuk membalas dendam di sini?”

Pada saat malam hari, di mana Bani Bakr menyerang suku Khuza’a di dekat mata air Watir, mereka membunuh seorang pria bernama Munabbih, yang memiliki penyakit jantung. Dia pergi bersama Tamim ibn Asad, yang juga seorang Khuza’a, dan berkata kepadanya: “Selamatkanlah dirimu Tamim, karena demi Allah, aku sudah sama saja dengan orang mati. Tidak peduli apakah mereka membunuhku atau tidak, jantungku sudah sangat lemah.” Tamim melarikan diri dan berhasil lolos, tetapi Munabbih terbunuh.

9.02.2 -- Riwayat ‘Amr ibn Salim Datang Kepada Muhammad

Ketika Suku Quraisy dan Bani Bakr bersatu untuk memerangi dan menyerang Suku Khuza’a, yang mana dengan demikian melanggar perjanjian dengan Muhammad – karena Khuza’a adalah sekutu Muhammad – ‘Amr ibn Salim, seorang Suku Khuza’a dari Bani Ka’b, mendatangi Muhammad di Medinah. Perjalanannya akan membawa penaklukan Mekah. ‘Amr pergi dan berdiri di hadapan Muhammad, yang sedang duduk di masjid di antara kaumnya, dan menyusun puisi ini:

Oh Tuhan! Aku memanggil Muhammad karena persekutuan antara nenek moyang kami dan nenek moyangnya. / Engkau adalah anak-anaknya dan kami adalah bapa-bapanya. / Di kemudian hari kami menandatangani perdamaian dan tidak lagi mengangkat tangan. / Berdirilah bersama kami! Kiranya Allah memberikan kemenangan yang telah dipersiapkannya! / Kumpulkanlah para pelayan Allah, sehingga mereka menolong kami. / Di tengah-tengah mereka adalah utusan Allah, / ia yang menarik pedangnya, / yang wajahnya berubah warna ketika ia dihina,* / bersama gerombolan yang mengamuk seperti laut yang berbuih. / Suku Quraisy telah melanggar janjinya kepadamu, / dan melukai persekutuan yang kokoh, / dan dalam kerendahan mereka telah menanti untuk menyergapku. / Mereka berpikir aku tidak akan memanggil siapapun untuk pertolongan. / Mereka, kaum paling rendah dan jumlah yang paling kecil, / telah menyerang kami pada saat malam hari di Watir dan membunuh, / pada saat kami sedang menunduk dan bersujud dalam shalat.
* Ini adalah gambaran tentang Muhammad dari salah seorang yang hidup pada masa yang sama dengannya.

Muhammad berkata: “Engkau harus ditolong, ‘Amr ibn Salim!” Pada saat itulah sebentuk awan dari surga muncul di hadapan Muhammad dan ia berkata: “Awan ini mengumumkan kemenangan Bani Ka’b.”

9.02.3 -- Riwayat Budail ibn Warqa’ Datang Kepada Muhammad

Sesudah Amr, datang pula Budail ibn Warqa’ bersama dengan beberapa orang Khuza’a dan melaporkan kepada Muhammad apa yang telah terjadi kepada mereka, dan bagaimana Suku Quraisy telah bersatu dengan Bani Bakr melawan mereka. Mereka kemudian kembali ke Mekah. Muhammad berkata kepada rakyatnya: “Sepertinya aku dapat melihat Abu Sufyan datang sekarang untuk memperkuat aliansi dan memperpanjang perjanjian.”

Budail dan para sahabatnya bertemu Abu Sufyan di Usfan. Suku Quraisy sebenarnya mengutus dia untuk memperkuat dan memperpanjang perjanjian, karena mereka takut akan akibat yang timbul dari adanya konflik. Abu Sufyan bertanya kepada Budail dari mana ia datang – dia curiga bahwa Budail telah mengunjungi Muhammad. Budail menjawab: “Aku bersama-sama dengan beberapa orang Khuza’a di pinggiran sungai ini dan di dalam lembah ini.” Abu Sufyan bertanya: “Tidakkah engkau bersama dengan Muhammad?” Budail menjawab: “Tidak!” Setelah Budail pergi, Abu Sufyan berkata: “Jika ia berada di Medinah, maka ia seharusnya telah memberi makan unta-untanya dengan kurma yang dikeringkan.” Dia lalu pergi ke tempat di mana Budail telah berkemah dan memeriksa kotoran unta, dan menemukan kurma yang telah dikeringkan di dalamnya, ia berkata: “Aku bersumpah demi Allah, Budail telah pergi menemui Muhammad.”

9.02.4 -- Kedatangan Abu Sufyan di Medinah

Ketika Abu Sufyan tiba di Medinah, dia pergi mendapati putrinya, Habiba. Ketika ia ingin merebahkan diri di ranjang Muhammad, putrinya mendorongnya ke samping. Abu Sufyan lalu bertanya: “Siapa yang engkau lebih sukai – aku atau ranjang ini?” Habiba menjawab: “Ini adalah ranjang dari utusan Allah dan engkau adalah seorang penyembah berhala yang najis; oleh karena itu aku tidak ingin engkau duduk di ranjang ini.” Abu Sufyan menjawab: “Demi Allah, engkau menjadi jahat sejak perpisahan kita.” Abu Sufyan lalu mendatangi Muhammad dan berbicara kepadanya. Tetapi Muhammad tidak memberikan jawaban kepadanya. Abu Sufyan lalu mendatangi Abu Bakr dan meminta dia untuk menjadi penengah antara dia dan Muhammad. Tetapi Abu Bakr menolak. Abu Sufyan lalu pergi kepada Umar dengan permintaan yang sama, yang kemudian berteriak: “Apakah aku harus menengahi Muhammad untukmu? Demi Allah, jika aku mampu memerintahkan satu ekor semut pun, aku akan membuat engkay bertempur dengan semut itu!” Abu Sufyan lalu pergi kepada Ali, yang sedang bersama dengan istrinya, Fatima, dan anaknya yang kecil, Hassan, sedang merangkak di sekitar hadapan Fatima. Abu Sufyan berkata kepadanya: “Engkau adalah orang yang paling dekat dengannya. Aku telah datang ke sini dengan suatu hal yang khusus dan aku tidak ingin kembali tanpa menunaikannya. Jadilah perantara antara aku dengan Muhammad!” Ali berkata: “Celakalah engkau wahai Abu Sufyan, demi Allah, Muhammad telah mengambil keputusan dan tidak ada yang dapat kita lakukan untuk mengubahnya.” Abu Sufyan lalu berpaling kepada Fatima dan berkata: “Wahai putri Muhammad! Tidakkah engkau akan meminta kepada putra kecilmu untuk mengumumkan perlindungan yang timbal balik? Dia akan menjadi tuan dari Bangsa Arab sampai akhir zaman.” Fatima menjawab: “Putraku terlalu muda untuk menjamin perlindungan; selain itu, tidak ada yang dapat melindungi siapapun dari Muhammad.” Abu Sufyan kemudian berkata: “Wahai Abu Hassan, aku melihat bahwa keadaan yang ada tidaklah menguntungkan bagiku. Berikanlah sedikit saran kepadaku!” Ali menjawab: “Demi Allah, aku tidak tahu apapun yang dapat menolongmu, namun engkau adalah pimpinan dari Bani Kinana. Pergilah dan umumkan pernyataan perlindungan timbal balik dan kembalilah ke rumah!” Abu Sufyan bertanya: “Apakah menurutmu hal itu akan membawa manfaat?” Ali menjawab: “Tidak, demi Allah, aku tidak berpikir demikian, tetapi aku tidak tahu hal lain yang bisa dilakukan.” Abu Sufyan kemudian pergi ke tempat beribadah dan berkata: “Wahai engkau umat, aku mengumumkan perlindungan timbal balik.” Dia lalu menaiki untanya dan pergi.

Ketika ia kembali kepada Suku Quraisy dan mereka bertanya kepadanya berita apa yang ia bawa, ia berkata: “Aku berbicara dengan Muhammad tetapi ia tidak memberikan jawaban kepadaku. Aku juga tidak menerima sesuatu yang baik dari Abu Bakr, dan Umar memperlihatkan dirinya sebagai seorang musuh terbesar. Aku kemudian pergi kepada Ali. Aku menemukan dia sebagai yang paling bersahabat. Dia juga memberikan sebuah nasehat yang aku ikuti. Tetapi, demi Allah, aku tidak tahu apakah hal itu akan membantu kita.” Mereka kemudian bertanya kepadanya apa yang telah dinasehatkan oleh Ali, dan setelah ia memberitahu mereka, mereka bertanya: “Apakah Muhammad memberikan persetujuan kepadamu untuk melakukan hal itu?” – “Tidak. Demi Allah, pria itu hanya mempermainkan aku.” – “Apakah kata-katamu memiliki nilai?” – “Tidak ada gunanya, tetapi, demi Allah, * aku tidak tahu hal lain apa yang dapat kulakukan.”

* Pemakaian nama Allah ketika bersumpah yang konstan menunjukkan sebuah pelanggaran yang terus menerus atas perintah ketiga: “Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.” (Keluaran 20:7)

9.02.5 -- Persiapan Muhammad untuk menaklukkan Mekah

Muhammad memberikan komando untuk mempersiapkan pasukan dan memerintahkan rakyatnya untuk membersiapkan apa yang dibutuhkan untuk sebuah kampanye militer. Ketika Abu Bakr mengunjungi putrinya, Aisha, dan melihat putrinya sibuk dengan persiapan kampanye militer, ia bertanya kepada Aisha: “Apakah Muhammad memerintahkan kepadamu untuk mempersiapkan segala sesuatu?” – “Ya, engkau juga lakukanlah hal yang sama.” – “Menurutmu ke manakah ia akan pergi?” – “Demi Allah, aku tidak tahu.” – Muhammad belakangan mengatakan kepada rakyatnya bahwa ia menuju Mekah, dan memerintahkan mereka untuk dengan semangat mempersiapkan perlengkapan. Dia juga berdoa: “Allah, tariklah para mata-mata dan juga laporan-laporan lainnya dari Suku Quraisy, supaya kami dapat mengalahkan mereka secara tiba-tiba di wilayah mereka!”

9.02.6 -- Surat Peringatan dari Hatib

Ketika Muhammad telah sampai pada keputusan untuk maju menyerang Mekah, Hatib ibn Abi Balta menulis sebuah surat kepada Suku Quraisy, di mana di dalamnya ia memberitahukan keputusan Muhammad kepada mereka. Ia memberikan surat tersebut kepada seorang wanita dari Muzaina dengan instruksi untuk memberikannya kepada Suku Quraisy. Wanita itu menyembunyikan surat tersebut di dalam rambutnya, mengepang rambutnya dan segera berangkat. Namun Muhammad menerima kabar dari surga tentang aksi Hatib. Dia kemudian mengirimkan Ali dan Zubair untuk mengejar wanita itu, yang seharusnya membawa tulisan Hatib kepada Suku Quraisy. Mereka menyusulnya di Khaliqa, di mana Bani Abi Ahmad tinggal, memaksanya turun dari tunggangannya dan memeriksa bawaannya, namun tidak menemukan apapun. Ali kemudian berkata: “Aku bersumpah demi Allah, bahwa tidak ada satupun hal yang tidak benar yang diwahyukan kepada sang nabi dan tidak ada satupun hal yang tidak benar yang disampaikan kepada kami. Berikan surat itu kepada kami atau kami akan menelanjangimu!” Ketika wanita itu melihat bahwa Ali bersungguh-sungguh, dia memintanya untuk berpaling. Dia melepaskan kepangannya, mengambil surat itu dan menyerahkannya kepada Ali, yang membawanya kepada Muhammad. Dia lalu memanggil Hatib dan bertanya kepadanya apa yang telah membuatnya melakukan hal tersebut. Hatib menjawab: “Demi Allah, aku percaya kepada Allah dan utusannya. Aku tidak mengganti atau mengambil iman yang lain. Aku juga tidak memiliki suku atau klan lain di antara orang-orang Mekah, namun putra dari istriku dan aku tinggal di sana, yang kepadanya aku ingin menunjukkan bantuan.”

Umar berteriak: “Ijinkan aku, utusan Allah, untuk memenggal kepalanya, karena ia adalah seorang munafik!” Namun Muhammad merespon: “Tidakkah Allah memperhatikan para pejuang pada hari Badr dan berkata kepada mereka: ‘Lakukanlah apa yang kamu inginkan, aku memaafkanmu!’” Dengan mempertimbangkan perbuatan Hatib, ayat berikut ini diwahyukan kepada Muhammad: “1 Wahai orang-orang percaya, janganlah mengambil musuh-musuhku atau musuh-musuhmu menjadi sahabat, menawarkan kasih kepada mereka…” Sampai dikatakan: “4 Engkau telah memiliki contoh yang baik pada diri Ibrahim, dan mereka yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada umatnya, ‘Kami terlepas darimu dan apa yang engkau sembah selain Allah. Kami tidak mempercayaimu, dan antara kami dan engkau permusuhan telah menunjukkan dirinya, dan kebencian untuk selamanya, sampai engkau percaya kepada Allah saja …’” (Surah al-Mumtahanah 60:1, 4). Muhammad kemudian berangkat dan menugaskan Abu Rahm Kulthum ibn Hussain atas Medinah. Dia meninggalkan Medinah pada hari ke-10 Bulan Ramadhan (bulan ke sembilan) telah usai. Dia berpuasa dan semua umat berpuasa bersamanya, sampai ia tiba di Kadid, di antara Usfan dan Amaj. Di sana ia berbuka puasa.

9.02.7 -- Kemah Muhammad di Marr al-Zahran*

Muhammad pindah dengan membawa 10,000 orang-orang beriman menuju Marr al-Zahran. Bani Sulaim berjumlah 700 pria dan suku Muzaina 10,000. Menurut beberapa sumber lainnya, jumlah dari Bani Sulaim adalah 1,000 pria, dan juga terdapat sejumlah orang-orang beriman bersamanya dari seluruh suku yang lain. Setiap orang di antara para Emigran dan Penolong ikut serta. Tidak ada seorangpun yang ditinggal di belakang. Muhammad telah berkemah di Marr al-Zahran, tanpa sedikitpun diketahui oleh suku Quraisy. Mereka tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Pada malam harinya, Abu Sufyan, Hakim ibn Hizam dan Budail ibn Warqa’ keluar dan berusaha mendapatkan berita tentang apa yang sedang Muhammad lakukan. Al-‘Abbas juga meninggalkan Mekah. Dia bertemu dengan Muhammad dalam perjalanan ke Juhfa** dengan keluarganya sebagai Emigran. Al-‘Abbas telah tinggal sampai saat itu di Mekah dan memiliki tugas, dengan seijin Muhammad, untuk menyediakan minuman bagi para peziarah.

* “Marr al-Zahran” terletak kira-kira 25 km di sebelah barat Mekah.
** “Juhfa” terletak di Laut Merah, kira-kira 180 km di sebelah utara Mekah, di perjalanan dari Medinah ke Mekah.

9.02.8 -- Abu Sufyan Mengakui Islam

Abu Sufyan dan Abd Allah ibn Umaiyya juga berjumpa dengan Muhammad. Di Niq al-’Uqaab, di antara Mekah dan Medinah, mereka mencoba untuk mendekati Muhammad. Umm Salama berkata kepadanya: “Wahai utusan Allah, di sini ada putra dari pamanmu dan putra dari bibimu dan saudara iparmu.” Muhammad menjawab: “Aku tidak ingin tahu apapun tentang mereka. Putra pamanku menyerang kehormatanku, dan putra dari bibiku dan saudara iparku mengatakan hal-hal tentang aku di Mekah.? Ketika jawaban Muhammad ini sampai kepada mereka, Abu Sufyan yang sedang bersama putranya yang masih muda, berkata: “Demi Allah, dia harus mengijinkan kita masuk, jikalau tidak maka aku akan membawa putraku dan berkelana menjelajahi daratan dengannya sampai kami mati karena kelaparan atau kehausan!” Ketika kata-kata itu sampai kepada Muhammad, dia merasa kasihan kepada mereka, dan dia mengijinkan mereka untuk masuk. Mereka masuk dan mengakui Islam.

Abu Sufyan kemudian mengarang puisi berikut ini:

Demi hidupmu, ketika aku masih membawa panji, / yang di bawahnya para prajurit al-Lat berjuang untuk menaklukkan / prajurit Muhammad, / aku menyerupai dia yang meraba di kegelapan. / Tetapi sekarang waktuku telah tiba, / karena aku dipimpin dan aku mengikuti pimpinan tersebut. / Aku telah dipimpin oleh orang lain, dan bukan dari hatiku sendiri. / Dia yang aku tolak sekuat tenaga, / telah menggabungkanku kepada Allah. / Aku mencurahkan segala usaha untuk menghalangi rakyatku dari Muhammad. / Aku tidak memperhitungkan diriku sebagai salah satu dari miliknya, / tetapi aku masih dipanggil olehnya. / Mereka adalah mereka. / Dia yang membicarakan hal yang bertentangan dengan pikiran mereka / mampu memiliki begitu banyak pengertian, / namun dia dicela dan dicap seorang pembohong. / Meskipun aku tidak menyatu dengan orang-orang, / aku akan berjuang untuk menyenangkan mereka pada setiap kesempatan, / bahkan sebelum aku dipandu dengan benar. / Beritahukan kepada Suku Thaqif aku tidak ingin peperangan mereka. / Beritahukan mereka mereka seharusnya mengancam yang orang lain, bukan aku. / Aku tidak bersama dengan tentara yang menyerang Amir, / baik lidah maupun tangan-tanganku tidak berasalah. / Suku-suku lainnya telah datang dari negeri-negeri yang jauh, / orang asing dari Saham dan Surdud.

9.02.9 -- ‘Abbas Berjumpa dengan Abu Sufyan

“Ketika Muhammad berkemah di Marr al-Zahran, aku berpikir, ”Jadi al-‘Abbas menjelaskan, “Celakalah suku Quraisy! Demi Allah, jika Muhammad memasuki Mekah dengan paksaan sebelum mereka datang dan meminta belas kasihannya, maka segalanya berakhir bagi mereka sampai akhir zaman. Oleh sebab itu aku menunggangi al-Baida, keledai milik Muhammad, dan mengendarainya sejauh al-Arak, berpikir bahwa barangkali aku akan bertemu dengan seseorang yang sedang mengumpulkan kayu, menjual susu atau berdagang, yang mungkin sedang dalam perjalanan ke Mekah dan dapat memberitahu Suku Quraisy di mana Muhammad sedang berada, sehingga mereka dapat pergi menemuinya dan memohon untuk belas kasihan sebelum ia masuk dengan kekerasan. Aku kemudian bersumpah demi Allah bahwa aku sendiri akan pergi ke Mekah dengan harapan dapat menyelesaikan sesuatu.”

“Di sana aku menjadi saksi akan sebuah diskusi pada malam hari antara Abu Sufyan dan Budail ibn Warqa’. Abu Sufyan berkata: “Belum pernah aku melihat begitu banyak api dan begitu banyak tentara sebagaimana yang aku lihat malam ini!’ Budail membalas: ‘Demi Allah, ini adalah Suku Khuza’a dalam sebuah kampanye peperangan.’ Tetapi Abu Sufyan membalas: ‘Suku Khuza’a terlalu sedikit untuk memiliki demikian banyak api dan tentara!’”

“Aku berteriak: ‘Abu Handhala!’ Dia mengenali suaraku dan berkata: ‘Abu al-Fadl?’ – ‘Ini aku!’ – ‘Apa yang engkau lakukan? engkau lebih berharga bagiku dibandingkan ayah dan ibu!’ – ‘Celakalah engkau Abu Sufyan, ini adalah Muhammad dengan pengikutnya! Celakalah Suku Quraisy!’ – ‘Apa yang harus kita lakukan? Aku akan dengan senang hati menyerahkan ayah dan ibuku kepadamu.’ – ‘Demi Allah, jika ia menangkapmu, ia akan memotong kepalamu. Naiklah keledai ini dan duduk di belakangku. Aku akan membawamu kepadanya dan memohonkan sebuah jaminan perlindungan bagimu!’ Dia naik dan para sahabatnya berbalik. Setiap kali kami melalui sebuah api milik Muslim kami ditantang: ‘Siapa di sana?’ Begitu melihat keledai milik Muhammad yang aku tunggangi, mereka berteriak: ‘Itu adalah paman dari utusan Allah!’ Ketika aku melalui api Umar, dia berteriak: ‘Siapa di sana?’ Kemudian dia mendatangiku. Ketika ia melihat Abu Sufyan di bagian belakang dari keledai tersebut, dia berteriak: ‘Itu adalah Abu Sufyan, musuh Allah. Terpujilah Allah yang telah menyerahkan engkau kepada kami tanpa sebuah perjanjian atau pakta.’ Dan ia lalu berlari kepada Muhammad. Tetapi aku memacu keledai itu dan menang dalam jarak atas seekor keledai lesu mengalahkan seorang pria yang lambat. Aku melompat turun dan masuk ke dalam tenda Muhammad. Umar juga datang dan berteriak: ‘Wahai utusan Allah! Di sini adalah Abu Sufyan, yang telah Allah berikan kepada kita tanpa memerlukan sebuah perjanjian. Ijinkan aku untuk memenggal kepalanya!’ aku berkata: ‘Utusan Allah, aku telah mengambilnya ke dalam perlindunganku.’ Aku kemudian duduk di samping Muhammad, memegang kepalanya dan berkata: ‘Demi Allah, tidak ada seorangpun kecuali aku yang datang mendekatinya malam ini.’ Ketika Umar melanjutkan tuduhannya yang lain, aku berkata: ‘Tenanglah Umar, demi Allah, seandainya ia adalah bagian dari Bani ‘Adi ibn Ka’b, maka engkau tidak akan berbicara seperti itu. Tetapi engkau tahu bahwa ia adalah bagian dari putra-putra Abd Manaf!’ Umar membalas: ‘Dengan lemah lembut! ‘Abbad, demi Allah, aku akan merasa lebih bersuka cita pada hari pertobatanmu, apabila al-Khattab (ayahku) menjadi seorang Muslim, karena aku tahu bahwa hal itu memberikan kesukaan luar biasa bagi Muhammad! Bawalah dia ke tendamu dan bawalah ia kepadaku kembali besok pagi.’ Aku membawanya ke dalam tendaku dan dia bermalam bersamaku.”

“Pada keesokan paginya aku pergi bersamanya kembali kepada Muhammad. Ketika Muhammad melihatnya, Muhammad berteriak: ‘Celakalah engkau, Abu Sufyan! Apakah engkau masih tidak memahami bahwa tidak ada tuhan selain Allah?’ Dia menjawab: ‘Engkau sama berharganya kepadaku seumpama ayah dan ibuku. Betapa lembut, betapa mulia, betapa penuh kasih sayang engkau terhadap keluargamu! Demi Allah, aku percaya bahwa jika ada tuhan-tuhan lain selain Allah, mereka akan terus memberikan faedah kepadaku!’ Muhammad membalas: ‘Celakalah engkau Abu Sufyan, apakah engkau masih belum mengenali bahwa aku adalah utusan Allah?’ Dia menjawab: ‘Engkau sama berharganya bagiku seumpama ayah dan ibuku. Betapa lembut, betapa mulia, betapa penuh kasih sayang engkau terhadap keluargamu! Tetapi, demi Allah, sejauh berhubungan dengan Islam, pikiranku masih bertolak belakang dengannya!’ ‘Abbas kemudian berkata: ‘Celakalah engkau! Jadilah seorang Muslim dan akui bahwa tidak ada Allah tetapi Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, sebelum seseorang memenggal putus kepalamu!’ Dia lalu membuat pengakuan dan menjadi seorang Muslim. Aku kemudian berkata kepada Muhammad: ‘Abu Sufyan adalah seorang pria yang hebat! Berikanlah kepadanya apa yang ia inginkan!’ Muhammad berkata: ‘Bagus, siapapun yang memasuki rumah Abu Sufyan mendapatkan keamanan, sama seperti mereka yang mengunci diri mereka di dalam rumahnya dan mereka yang masuk yang area Ka’bah.’”

9.02.10 -- Abu Sufyan Melihat Gerombolan Allah

Ketika Abu Sufyan ingin pergi, Muhammad berkata kepada ‘Abbas: “Tahan dia di bagian yang sempit di lembah, di tempat di mana terlihat gunung, sehingga ia dapat melihat tentara Allah berlalu.” – “Aku mematuhi perintah ini,” ‘Abbas menjelaskan, “dan suku-suku berlalu dengan panji-panji mereka. Setiap satu kelompok berlalu, Abu Sufyan bertanya: ‘Siapakah ini?’ Ketika aku menyebut Sulaym, ia berkata: ‘Apa hubungan Sulaym dengan aku?’ Dia mengatakan hal yang sama tentang Muzaina dan yang lainnya pada saat mereka berlalu, yang mana nama-namanya ia tanyakan kepadaku. Ketika akhirnya Muhammad berlalu dengan tentara baja abu-abu – mereka disebut, ‘tentara hijau tua’* karena banyaknya senjata yang dibawa dan karena mantel zirah yang terbuat dari besi – ia berkata: ‘Terpujilah Tuhan! ‘Abbas, siapakah ini?’ Aku menjawab: ‘Ia adalah utusan Allah bersama para Emigran dan Penolong.’ Dia lalu berteriak: ‘Demi Allah, ayah dari Fadl, tidak ada seorangpun yang akan dapat melawan ini. Kerajaan sepupumu sudah menjadi sangat kuat!’ Aku membalas: ‘Kenabiannya!’ Dia bertanya: ‘Lalu apa?’ Aku menjawab: ‘Segeralah berpacu menuju orang-orangmu!’” Ketika ia sampai kepada mereka ia berteriak dengan suara yang lantang: “Wahai Suku Quraisy! Muhammad bergerak maju dengan cara yang demikian bahwa tidak mungkin ada yang melawannya. Siapapun yang memasuki rumah Abu Sufyan adalah aman!” Hind, putri dari ‘Utba, kemudian berdiri, merenggut kumisnya dan berteriak: “Bunuhlah makhluk yang najis dan tidak berguna, yang telah mempermalukan barisan terdepan musuh!” Abu Sufyan berkata: “Celakalah engkau! Jangan tertipu olehnya! Sesuatu sedang terjadi, yang terhadapnya engkau tidak memiliki kekuatan. Siapapun yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan akan aman!” Mereka kemudian berteriak: “Kiranya Allah membunuhmu! Pertolongan apa yang dapat ditawarkan oleh rumahmu kepada kami?” Kemudian ia menambahkan: “Siapapun yang menutup pintu di belakangnya juga aman, juga dia yang pergi ke halaman Ka’bah.” Orang-orang lalu membubarkan diri. Beberapa mengunci diri mereka sendiri di dalam rumah-rumah mereka, sementara yang lainnya pergi ke area Ka’bah.

* Tentara “hijau tua” mengacu kepada para pejuang di dalam baju zirah mereka yang berwarna hijau abu-abu yang mengkilap, yang merupakan prajurit yang berpakaian lebih baik.

9.02.11 -- Muhammad Tiba di Dhu Tawa

Abd Allah ibn Abi Bakr berkata kepadaku: “Ketika Muhammad datang ke Dhu Tawa dan melihat kemenangan yang telah diberikan oleh rahmat Allah kepadanya, dia menaiki sadel, menutup dirinya dengan sebagian dari jubah luar bergaris berwarna merahnya dan dengan rendah hati menundukkan kepalanya kepada Allah, sehingga janggutnya hampir menyentuh bagian tengah sadelnya.”

Ketika Muhammad berdiri di Dhu Tawa, Abu Quhafa berkata kepada salah seorang putrinya, yang merupakan salah satu anaknya yang paling muda: “Wahai putri kecilku, bantulah aku untuk menaiki Abu Qabis (sebuah gunung di Mekah). (Dia buta.) Ketika putrinya membantunya menaiki gunung, dia bertanya: “Apa yang engkau lihat, putri kecilku?” Dia menjawab: “Aku melihat orang-orang berkumpul menjadi satu.” “Itu adalah para prajurit pengendara kuda”, dia berkata. “Aku juga melihat,” putrinya melanjutkan, “seorang pria berlari hilir mudik di samping kelompok hijau tua ini.” Dia berkata: “Itu adalah komandan dan pemimpin para pengendara.” Putrinya lebih lanjut menambahkan: “Demi Allah, kelompok hijau itu menjadi semakin besar.” Dia lalu mengatakan: “Itu berarti para pengendara telah berangkat, cepatlah bawa aku pulang!” Putrinya menuruni gunung bersamanya, tetapi para pengendara berjumpa dengannya sebelum ia mencapai rumahnya, salah satu pengendara memotong kalung perak yang dipakai oleh sang gadis di lehernya.

Ketika Muhammad berada di Ka’bah, Abu Bakr datang membawa ayahnya kepada Muhammad. Muhammad bertanya: “Mengapa engkau tidak meninggalkan pria ini di rumah, sehingga aku dapat mengunjunginya di sana?” Abu Bakr menjawab: “Kelihatannya lebih pantas apabila ia mengunjungimu daripada engkau mengunjunginya.” Dia menyuruh ayahnya untuk duduk di hadapannya, menyentuhnya di dada dan berkata: “Jadilah seorang Muslim” Dan dia mengakui Islam. Sama seperti Abu Bakr yang masuk ruangan bersamanya, rambut di kepalanya kelihatan seperti bunga liar. Muhammad berkata: “Tatalah rambutnya dengan berbeda!” Abu Bakr kemudian menarik tangan dari saudarinya dan berkata: “Aku memohon kepadamu demi Allah dan Islam, kembalikanlah kalung saudariku.” Namun tidak ada seorangpun menjawab. Dia lalu berkata: “Wahai saudariku, sembunyikanlah kalung lehermu atau simpanlah di tempat yang aman! Demi Allah, kejujuran telah menjadi langka hari-hari ini.”

9.02.12 -- Cara Muhammad menaklukkan Mekah (Januari 630)

Abd Allah ibn Najih melaporkan: “Pada saat Muhammad sedang mengatur pasukannya ketika mereka berangkat dari Dhu Tawa, dia memerintahkan Zubair untuk datang dari Kuda dengan membawa sebuah divisi pasukan. Dia memerintah sayap kiri. Sa’d ibn Ubada masuk dengan sebuah detasemen dari Kadaa.” Beberapa sarjana menetapkan Sa’d mengatakan hal berikut ini ketika ia masuk: “Hari ini adalah hari perang. Hari ini tempat suci akan menjadi najis!” Seorang Emigran (bernama Umar) yang mendengarnya, berkata kepada Muhammad: “Dengarlah apa yang dikatakan oleh Sa’d! Kami tidak yakin tetapi ia akan menyerang Suku Quraisy.” Muhammad lalu berkata kepada Ali: “Susul dia, bawalah panji dan engkau masuklah bersamanya!” Abd Allah kemudian melaporkan: “Khalid ibn Walid, yang membawahi sayap kanan, menerima perintah untuk masuk melalui al-Lit, melalui area yang dataran di Mekah yang rendah. Bani Aslam, Sulaim, Muzaina, Juhaina dan beberapa suku Badui ada bersama dia. Abu Ubaida ibn al-Jarrah maju ke arah Mekah dengan pasukan orang-orang beriman di depan Muhammad. Muhammad sendiri akan masuk melalui Adsakhir. Ketika ia mencapai titik tinggi di atas Mekah, dia memasang tendanya di sana.”

9.02.13 -- Pria-pria di Khandama Menentang

Safwan ibn Umaiyya, ‘Ikrima ibn Abi Jahl dan Suhail ibn Amr mengumpulkan orang-orang di Khandama untuk memimpin mereka melawan Muhammad. Himas ibn Qays, seorang saudara dari Bani Bakr, telah menempa dan meningkatkan persenjataan sebelum kedatangan Muhammad. Istrinya menanyakannya mengapa ia membutuhkan persenjataan. Himas menjawab: “Untuk melawan Muhammad dan teman-temannya!” Istrinya lalu berkata: “Demi Allah, aku berpikir tidak ada seorangpun dapat menang melawan Muhammad dan teman-temannya.” Dia menjawab: “Aku berharap untuk membawa salah seorang dari mereka sebagai budak bagimu.”

Dia lalu pergi ke Khandama, kepada Suhail, Safwan dan Ikrima. Ketika orang-orang percaya dari divisi Khalid berjumpa dengan mereka, timbullah sebuah pertempuran kecil di antara mereka. Kurz ibn Jabir dan Khunais ibn Khalid, seorang sekutu dari Bani Munqidh, yang mendekat dari jalan lain yang terpisah dari Khalid, terbunuh. Khunais yang pertama tewas. Kurz mengambilnya dan menempatkannya di antara kedua kakinya dan melindunginya, hingga ia juga terbunuh. Di antara para pengendara Khalid, Salama ibn al-Maila, dari suku Juhaina, juga tewas. Dua belas atau tiga belas pria dari orang-orang tidak beriman juga terbunuh, dan lalu mereka melarikan diri. Himas juga melarikan diri ke rumahnya dan memerintahkan istrinya untuk mengunci pintu.

Semboyan dari para pendamping Muhammad, juga Hunain dan Ta’if pada hari penaklukan Mekah adalah: “Wahai putra-putra Abd al-Rahman!”; kepada para Emigran, “Wahai putra-putra Abd Allah!”; dan kepada Khazraj dan Aus, “Wahai putra-putra Ubaid Allah!”

9.02.14 -- Orang-orang yang Diperintahkan Muhammad untuk Dieksekusi

Muhammad telah memerintahkan para pimpinan pasukannya untuk hanya bertempur melawan mereka yang menentang mereka saat memasuki Mekah. Tetapi dia memberitahukan nama sejumlah orang yang kemungkinan besar harus dibunuh, bahkan jika mereka menyembunyikan diri mereka di balik tirai Ka’bah.* Salah satu dari mereka adalah Ibn Sa’d**, saudara dari Bani Amir ibn Lu’ayy. Dia memeluk Islam, menuliskan wahyu yang turun untuk Muhammad, lalu murtad dan kembali kepada Suku Quraisy. Sekarang ia melarikan diri kepada saudara angkatnya, Uthman ibn ‘Affan, yang membawanya kepada Muhammad, ketika semua masalah telah diselesaikan, dan Uthman memohon pengampunannya. Dikatakan bahwa Muhammad menanti waktu yang lama sebelum ia mengabulkan permohonan Uthman. Ketika Uthman telah pergi, Muhammad berkata kepada para sahabatnya: “Aku diam supaya salah seorang darimu akan berdiri dan memenggal kepada Ibn Sa’d.” Salah seorang dari para pembantu kemudian berkata: “Mengapa kemudian engkau tidak memberikan tanda kepadaku?” Muhammad menjawab: “Seorang nabi tidak membunuh dengan tanda-tanda.” Ibn Sa’d menjadi pengikut (Islam) lagi. Umar dan kemudian Uthman mengangkatnya sebagai gubernur.

* Penghakiman Muhammad tentang perang dan balas dendam adalah untuk mendirikan dan memperkuat kekuasaanya atas Mekah.
** Ibn Sa’d adalah salah seorang dari para pria yang dikenal telah memasukkan teks-teks Quran ke dalam bentuk tulisan.

Lebih dari itu, Abd Allah ibn Khatal dari Bani Taim ibn Ghalib, harus dibunuh. Dia juga telah memeluk Islam. Muhammad telah mengutusnya pergi dengan seorang pelayan untuk mengumpulkan pajak bagi orang miskin. Dia juga bersama dengan seorang budak Muslim yang telah dibebaskan, yang melayaninya. Ketika mereka berhenti di perjalanan, dia memerintahkan pembantunya untuk menyembelih seekor biri-biri jantan dan menyiapkan sebuah hidangan baginya. Tetapi pembantunya tertidur. Ketika Abd Allah bangun dan tidak menemukan hidangan, dia menyerang pembantunya dan membunuhnya. Kemudian ia kembali menjadi seorang penyembah berhala. Dia juga memiliki dua orang penyanyi wanita (salah seorang di antaranya bernama Fartana) yang menyanyikan lagu-lagu yang mengejek Muhammad. Mereka juga harus dibunuh, bersama-sama dengan tuan mereka.

Al-Huwairith ibn Nuqaidh yang telah menganiaya Muhammad di Mekah, juga harus dieksekusi. Ketika al-‘Abbas membawa Fatima dan Umm Kulthum keluar dari Mekah untuk membawa mereka kepada Muhammad di Medinah, Huwairith menyerang mereka dan menjatuhkan mereka ke tanah. Miqyas ibn Hubaba juga dieksekusi, karena ia membunuh sang Pelayan yang tanpa sengaja membunuh saudaranya dan kemudian kembali kepada Suku Quraisy sebagai seorang penyembah berhala.

Sara, budak yang dibebaskan dari seorang pria dari Bani Abd al-Muttalib, dan ‘Ikrima ibn Abi Jahl, juga harus dieksekusi. Sara telah menghina Muhammad di Mekah. ‘Ikrima melarikan diri ke Yemen. Istrinya, Umm Hakim, putri dari Harith ibn Hisham, berpindah agama dan kemudian memohon kepada Muhammad untuk pengampunan ‘Ikrima. Muhammad mengampuninya. Istrinya lalu pergi mencarinya, membawanya kepada Muhammad dan suaminya menjadi seorang Muslim. Abd Allah ibn Khatal dibunuh oleh Sa’id ibn Huraith Makhzumi bersama Abu Barza al-Aslami yang juga beraksi. Miqyas dibunuh oleh Numaila, seorang pria dari sukunya sendiri.

Mengenai kedua penyanyi wanita Ibn Khatal, yang seorang dibunuh dan yang lainnya melarikan diri dan kemudian diampuni oleh Muhammad. Sara juga diampuni. Ia meninggal pada masa kekalifahan Umar di lembah di Mekah akibat ditendang seekor kuda. Huwairith dibunuh oleh Ali. Umm Hani, putri dari Abu Talib menceritakan: “Ketika Muhammad sementara waktu berhenti di dataran tinggi Mekah, dua orang dari suku Makhzum dari keluarga ayah mertuaku lari kepadaku. Saudaraku datang dan berteriak: ‘Demi Allah, aku akan membunuh mereka!’ Aku mengunci mereka di dalam rumahku dan pergi kepada Muhammad, yang sedang membersihan dirinya sendiri di sebuah bejana kayu, yang masih berisi sisa-sisa sebuah adonan, sementara putrinya Fatima sedang memegang pakaiannya untuknya. Ketika ia setelah membersihkan diri, dia mengenakan pakaiannya dan shalat Doa Pagi dengan delapan tekukan lutut. Dia lalu mendatangiku, menyambutku dan bertanya apa yang membuat aku mendatanginya. Aku berkata kepadanya mengenai kedua orang pria tersebut dan tentang niat Ali. Dia lalu berkata: ‘Siapapun yang engkau lindungi kami juga lindungi dan kepada siapa engkau memberikan keamanan kami juga memberikan keamanan. Dia tidak boleh membunuh kedua orang tersebut!’ Kedua orang tersebut adalah al-Harith ibn Hisham dan Zubair ibn Abi Umaiyya.”

9.02.15 -- Muhammad Mengitarai Ka‘bah

Setelah Muhammad menetap di Mekah dan segalanya tenang, dia mengitari area suci sebanyak tujuh kali di atas untanya dan menyentuh pilar dengan sebuah tongkat yang ujungnya melengkung. Ketika ia telah mengitari halaman tempat suci, dia memanggil Uthman ibn Abi Talha, mengambil kunci Ka’bah darinya, membukanya dan masuk ke dalamnya. Di dalamnya ia menemukan sebuah burung merpati yang terbuat dari kayu gaharu, yang ia patahkan dan buang. Ia lalu berdiri di pintu dari Ka’bah, sementara orang-orang berdiri di sekitar dan menunggu di dalam masjid. Seorang sarjana melaporkan kepadaku: “Ketika Muhammad berdiri di pintu dari Ka’bah, ia berkata: ‘Tidak ada tuhan kecuali Allah saja. Dia tidak memiliki mitra. Dia menepati janjiNya dan menolong pelayan-pelayanNya. Dia sendiri yang menyebabkan para musuh bertempur satu sama lain. Setiap hak istimewa, setiap hutang darah dan setiap pencurian uang – hal-hal yang masih harus dipenuhi – dengan ini aku hapuskan, dengan pengecualian atas pemeliharaan kuil dan persediaan air bagi para peziarah. Untuk pembunuhan tidak disengaja dengan cambuk atau tongkat, tebusan yang besar harus dibayarkan: Seratus ekor unta, dengan empat puluh ekor yang sedang hamil. Wahai Suku Quraisy, Allah telah mengambil darimu pemujaan leluhur dan kesombongan akan kekafiran. Semua umat manusia berasal dari Adam dan Adam diciptakan dari tanah.’ Di hadapan mereka, ia kemudian membacakan ayat berikut ini: ‘Wahai manusia, kami telah menciptakanmu dari seorang pria dan seorang wanita, dan mengumpulkan engkau menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku, sehingga engkau dapat saling mengenal. Yang paling mulia di antaramu di dalam pandangan Allah adalah yang paling bertaqwa darimu …’ (Surah al-Hujurat 49:13). Kemudian ia melanjutkan: ‘Wahai engkau Suku Quraisy, apa yang engkau harapkan dariku?’ Mereka menjawab: ‘Hanya kebaikan; engkau adalah seorang saudara dan sepupu yang mulia, murah hati!’ Dia membalas: ‘Pergilah! Engkau bebas!’* Muhammad kemudian duduk dan Ali menghampirinya, dengan membawa kunci ke Ka’bah di dalam tangannya, dan berkata: ‘Kiranya Allah menyayangimu, utusan Allah. Marilah kita menggabungkan pemeliharaan kuil dan pemberian air kepada para peziarah!’ Muhammad bertanya: ‘Di manakah Uthman ibn Talha?’ Dia lalu dipanggil dan Muhammad berkata: ‘Ini kuncimu, Uthman, ini adalah hari kejujuran dan kesetiaan.’”

* Khotbah kemenangan yang disampaikan Muhammad di Ka’bah, menyusul kemenangannya atas Mekah, adalah menyedihkan. Tidak ada ucapan syukur kepada Allah ataupun pujian penuh pemujaan diberikan. Khotbah kemenangan tersebut pada akhirnya terdiri dari peraturan hukum saja dan penghinaan dari para musuh. Islam tetap merupakan sebuah agama di bawah hukum dan, terlepas dari regulasi hukum yang tidak terhitung jumlahnya, hanya menawarkan sedikit hal saja.

9.02.16 -- Bilal Mengumandangkan Panggilan Sembahyang di Ka’bah

Ketika Muhammad memasuki Ka’bah bersama Bilal, pada tahun terjadinya penaklukan, ia memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan. Abu Sufyan ibn Harb, ‘Attaab ibn Asid dan Harith ibn Hismah sedang duduk di pojok Ka’bah. ‘Ataab ibn Asid kemudian berkata: “Allah berbelas kasih kepada Asid, karena ia tidak mengijinkannya mendengar hal ini, karena hal ini akan membuatnya marah.” Harith berkata: “Demi Allah, jika aku tahu bahwa ia berkata yang sebenarnya, maka aku akan mengikuti dia.” Abu Sufyan menambahkan: “Aku tidak akan mengatakan apapun, karena jika aku berkata, maka kerikil ini akan mengkhianatiku.” Muhammad keluar menemui mereka dan berkata: “Aku tahu apa yang kalian bicarakan,” dan ia mengulangi perkataan mereka kepada mereka. Al-Harith dan ‘Attaab ibn Asid kemudian berkata: “Kami mengakui bahwa engkau adalah utusan Allah, karena demi Allah, tidak ada seorangpun yang bersama kami mengetahui hal ini dan dapat memberitahukannya.”

9.02.17 -- Khotbah Muhammad Pada Hari Setelah Penaklukkan

Al-Khuza‘i melaporkan: “Ketika Amr ibn Zubair datang ke Mekah, untuk bertempur melawan saudaranya, Abd Allah, aku mendatanginya dan berkata padanya: ‘Kami ada pada saat Muhammad menaklukkan Mekah.’ Muhammad berkata di dalam khotbahnya: ‘Wahai kalian rakyat! Allah menyucikan Mekah pada hari dia membuat surga dan bumi. Mekah akan tetap suci sampai kepada Hari Kebangkitan. Tidak ada orang percaya yang diijinkan untuk menumpahkan darah di kota ini atau untuk menumbangkan sebuah pohon. Hal itu tidak diijinkan sebelum masaku, dan hal itu tidak akan diijinkan di masa-masa sesudah aku. Hanya pada saat ini saja aku diberikan ijin, karena Allah marah terhadap para penghuninya. Kemudian kota itu menjadi tanah suci kembali seperti sebelumnya. Biarlah mereka yang hadir memberitahukan kepada mereka yang tidak hadir. Jika seseorang berkata kepadamu: ‘Muhammad bertempur di dalamnya,’ maka jawablah: ‘Allah mengijinkan kepada utusannya, tetapi tidak untukmu.’ Wahai kalian Suku Khuza’a! Tahanlah dirimu dari membunuh, meskipun pada saat hal itu akan menguntungkanmu! Telah terjadi cukup pembunuhan! Kalian telah melakukan pembunuhan yang akan aku tebus dengan pembayaran uang tebusan. Jika seseorang kemudian terbunuh, maka keluarga dari yang terbunuh memiliki pilihan antara darah dari yang terbunuh atau uang tebusan.’* Muhammad kemudian membayar uang penebusan bagi salah seorang yang terbunuh oleh suku Khuza’a”

* Jadi, khotbah kedua Muhammad, juga – selain daripada mengkonfirmasi “kesucian Mekah,” tidak berisi apapun kecuali hukum-hukum darurat, tatacara-tatacara dan larangan-larangan. Kesucian Mekah berarti bahwa Allah telah membuat Mekah – dan khususnya distrik Ka’bah – tidak dapat diganggu gugat. Seorang Muslim dilarang untuk menumpahkan darah atau untuk berperang di Mekah dan di dalam distrik Ka’bah.
Larangan peperangan dan pembunuhan di Mekah dilanggar lebih dari sekali pada tahun 1979, pada saat pendudukan dan pembebasan masjid pusat, ketika penghasut Muslim dikalahkan dengan senjata-senjata moderen dan pasukan tambahan dari kedua pihak baik dari pihak Muslim dan negara-negara non-Muslim. Anggota keluarga dari unit anti-teror Perancis sebelumnya harus secara formal berpindah keyakinan kepada Islam.

9.02.18 -- Pembicaraan para Penolong

Menyusul penaklukan Mekah, Muhammad berdiri di Safa dan shalat. Para Penolong yang mengelilinginya berbicara satu sama lain: “Apakah engkau berpikir Muhammad akan menetap di tanah air yang telah ia taklukkan kembali?” Ketika Muhammad telah menyelesaikan shalatnya, dia bertanya kepada mereka tentang apa yang dibicarakan oleh mereka dan mendesak mereka sampai mereka membeberkan kepadanya. Dia lalu menjawab: “Allah adalah tempat perlindunganku; aku akan hidup dan mati bersama kalian.”

9.02.19 -- Ketika Fadaala Ingin Membunuh Muhammad

Fadaala ibn ‘Umayr ibn al-Mulawwih al-Laithi ingin membunuh Muhammad pada tahun penaklukan tersebut, ketika ia sedang mengitari Ka’bah. Ketika dia mendekat, Muhammad bertanya: “Apakah engkau Fadaal?” Fadaala menjawab: “Ya, utusan Allah.” “Apakah yang ingin engkau lakukan?”, tanya Muhammad. Dia menjawab: “Tidak ada, aku sedang berpikir tentang Allah.” Muhammad tersenyum, dan kemudia dia berkata: “Mohonkanlah kepada Allah akan pengampunan!” Dia lalu meletakkan tangannya di atas dada Fadaala, dan segera hatinya menjadi tenang. “Demi Allah,” Fadaala membalas, “dia belum sempat mengangkat tangannya dari dadaku sebelumnya dia telah menjadi ciptaan Allah yang paling berharga. Aku lalu kembali kepada keluargaku.”

9.02.20 -- Safwan ibn Umaiyya

Safwan ibn Umaiyyah melarikan diri ke Jidda, untuk mengambil sebuah kapal di sana yang berlayar ke Yaman. ‘Umayr ibn Wahb kemudian berkata: “Wahai nabi Allah, Safwan, pemimpin dari bangsanya, telah melarikan diri darimu dengan membawa dirinya ke laut. Berilah kepadanya perlindungan! Kiranya Allah juga menunjukkan belas kasihnya padamu!” Muhammad berkata: “Dia akan diberikan perlindungan!” ‘Umayr kemudian berkata: “Wahai utusan Allah, berilah aku sebuah tanda, sebuah tanda yang mana dia dapat mengenali pengampunannya.” Muhammad menyerahkan sebuah turban yang dia pakai saat memasuki Mekah kepadanya. Dengan membawa turban itu, ‘Umayr mendatangi Safwan, yang telah berdiri dan siap untuk berangkat, dan berkata kepadanya: “Wahai Safwan, engkau lebih berharga bagiku daripada ayah dan ibuku. Allah! Allah! Engkau akan mengakibatkan kehancuran pada dirimu sendiri. Di sini aku membawakan kepadamu jaminan perlindungan dari Muhammad.” Safwan membalas: “Celakalah engkau! Pergilah dan jangan berbicara lagi kepadaku! Engkau lebih berharga daripada kedua orangtuaku, tetapi sepupumu adalah seseorang yang paling baik hati, suci, lembut dan terbaik yang ada. Kekuatannya adalah kekuatanmu, kehormatannya adalah kehormatanmu dan kerajaannya adalah kerajaanmu. Tetapi aku takut akan hidupku.” – “Dia terlalu mulia dan lembut untuk mengambil nyawamu.” ‘Umayr kemudian membawanya kepada Muhammad, yang kepadanya Safwan berkata: “Pria ini mengatakan bahwa engkau memberikan kepadaku jaminan perlindungan.” – “Dia telah berkata dengan sejujurnya!” – “Oleh sebab itu berikanlah kepadaku dua bulan untuk mempertimbangkan!” “Engkau boleh mendapatkan empat bulan untuk mempertimbangkan!”

9.03 -- Kampanye militer terhadap Hunain dan akibatnya (Januari – Maret 630 M)

9.03.1 -- Perkataan Duraid ibn al-Simma

Begitu Malik memutuskan untuk pergi ke ladang bersama Muhammad, orang-orangnya harus membawa harta milik mereka bersama dengan istri-istri dan anak-anak mereka. Ketika dia sedang berkemah di Autas, orang-orang yang berkumpul bersama di sekitarnya – di antara yang lainnya juga terdapat Duraid – yang telah digotong dengan menggunakan tandu. Ketika Duraid turun dia berkata: “Di lembah mana kami menuruni tandu ini?” Dia diberikan jawabannya: “Di Autas.” Kemudian dia berkata: “Ini adalah tempat pertempuran yang baik bagi para pengendara, tidak terlalu kasar dan berbatu, juga tidak terlalu lunak dan lembut. Tetapi mengapa aku mendengar suara unta-unta, tangisan keledai-keledai, teriakan anak-anak dan embikan domba-domba?” Dia dijawab: “Malik ingin orang-orang untuk membawa serta harta milik mereka, bersama dengan istri dan anak-anak mereka.” Dia lalu bertanya kepada Malik, dan ketika Malik telah dipanggil, ia berkata: “Malik, engkau adalah pemimpin dari rakyatmu, dan hari ini akan diputuskan nasib semua orang. Mengapa aku mendengar ringkikan unta-unta dan keledai-keledai, tangisan anak-anak dan embikan domba-domba?” Malik menjawab: “Aku memerintahkan orang-orang untuk membawa bersama mereka segala harta milik mereka, istri-istri dan anak-anak mereka.” – “Dan mengapa?” – “Aku ingin setiap lelaki dekat dengan keluarga dan harta miliknya, sehingga ia dapat lebih gigih bertempur demi mereka.” Duraid mendecakkan lidahnya dan berkata: “Engkau adalah seorang penggembala domba! Demi Allah, adakah sesuatu yang dapat menahan seorang pria yang sedang melarikan diri? Jika engkau ingin memperoleh kemenangan, maka hanya pria dengan pedang dan tombak yang dapat membantumu. Jika engkau dikalahkan engkau juga akan mendapatkan malu bersama dengan keluargamu dan harta milikmu.” Dia lalu bertanya: “Apa yang Ka’b dan Kilab sedang lakukan? Seseorang menjawab: “Keduanya tidak berada di sini.” Dia lalu berkata: “Dengan demikian, maka berkuranglah pula kecerdasan dan inisiatif. Jika hari ini adalah hari kemuliaan dan kehormatan, tentunya kedua orang ini tidak menghilang. Sebelumnya aku berharap bahwa kalian akan melakukan hal yang sama seperti Ka’b dan Kilab. Siapa di antaramu yang hadir di sini?” Mereka menjawab: “Amr ibn Amir dan Auf ibn Amir.” Dia berkata: “Mereka adalah dua orang dari Klan Amir yang tidak menolong maupun menghalangi. Wahai Malik, engkau tidak melakukan apa-apa meskipun telah mengutus yang terbaik dari antara suku Hawazin menuju kuda-kuda kaveleri. Bawalah mereka ke tempat yang agak tinggi dan aman di tanah mereka. Kemudian biarkan pria-pria muda untuk menaiki kuda-kuda. Jika engkau menang, maka orang yang tersisa akan mendatangimu. Jika engkau dikalahkan, maka hanya akan mempengaruhi dirimu, dan engkau akan menyelamatkan harta milikmu dan keluargamu.”

Malik bersumpah demi Allah bahwa dia tidak akan melakukan hal ini. “Engkau telah tua,” ia berkata kepada Duraid, “dan alasanmu telah dipengaruhi oleh usiamu. Demi Allah, jika suku Hawazin tidak mematuhiku, aku akan menjatuhkan dirimu atas pedangku di sini sampai ia tembus ke belakang punggungku.” Dia tidak ingin nasihat Duraid dipatuhi, hanya nasihatnya yang disebut. – Suku Hawazin berteriak: “Kami akan mematuhimu!”

Duraid kemudian berkata: “Aku belum pernah melihat atau mengalami hari seperti ini! Oh jikalau aku adalah seorang pria muda di dalam pertempuran ini, berlari ke belakang dan depan, memotong kepala-kepala dan mengendarai ketakutan seperti domba muda!”????

Malik kemudian memerintahkan: “Ketika engkau melihat musuh, keluarkan pedang dari sarung dan seranglah seperti seorang pria!” Umaiyya ibn Abd Allah memberitahuku bahwa telah dilaporkan kepadanya bahwa Malik ibn Auf telah menugaskan mata-mata. Mereka kembali dengan persendian yang terlepas dari sambungannya. Malik berteriak: “Celakalah kamu! Apa yang telah terjadi?” Mereka menjawab: “Kami melihat pria-pria putih yang mengendarai kuda-kuda belang-belang dan, demi Allah sebelum kami mengetahuinya, kami telah menjadi seperti apa yang sedang engkau lihat.” Tetapi, demi Allah, kecelakaan itu tidak menahannya untuk terus mengejar tujuannya.

9.03.2 -- Pengutusan Abd Allah ibn Abi Hadrad

Ketika Muhammad mendengar tentang suku Hawazin, dia mengutus Abd Allah ibn Abi Hadrad al-Aslami kepada mereka. Muhammad memerintahkannya untuk menyusup dan tinggal cukup lama untuk mencari tahu tujuan mereka, dan kemudian kembali dan memberitahukan tentang mereka kepadanya. Abd Allah pergi menuju tenda mereka dan tinggal cukup lama untuk mempelajari bahwa mereka menyiapkan senjata dan merencanakan untuk bertempur melawan Muhammad. Dia lalu kembali kepada Muhammad dan memberitakan hal itu kepadanya. Pada saat Muhammad mengambil keputusan untuk melawan mereka, dia mendapati bahwa Safwan ibn Umaiyya, yang pada saat itu masih seorang kafir, memiliki beberapa perelngkapan perang dan berbagai macam senjata. Muhammad berkata kepadanya: “Pinjamkanlah senjata-senjatamu kepada kami, sehingga dapat kami pergunakan besok melawan musuh kami.” Safwan merespon: “Apakah engkau mau mengambilnya dengan kekerasan?” Muhammad menjawab: “Kami hanya ingin meminjamnya dan memelihara mereka dengan baik, dan kemudian membawa mereka kembali kepadamu lagi.” “Baiklah kalau begitu,” jawab Safwan, “Aku tidak menentang hal itu!” Safwan memberikan kepadanya seratus mantel baju besi bersama perangkat senjata-senjatanya. Dilaporkan bahwa Muhammad meminta Safwan untuk menyediakan transportasi untuk membawa senjata-senjata itu, dan ia melakukannya.

9.03.3 -- Keberangkatan Muhammad (Januari 630 M)

Muhammad berangkat bersama dengan 2.000 orang Mekah dan 10.000 pendamping. Semuanya berjumlah 12.000 orang. Dia menunjuk ‘Ataab ibn Asid ibn Abi al-Is ibn Umaiyya untuk menjadi emir atas mereka yang tersisa di Mekah. Dia lalu bergerak untuk melawan suku Hawazin. Zuhmi melaporkan kepadaku tentang Sinan ibn Abi Sinan, yang mendengarnya dari Harith ibn Malik: “Kami bergerak maju bersama Muhammad menuju Hunain*. Tidak lama sebelum itu kami masih berada di bawah kekafiran. Orang-orang tidak beriman di antara suku Quraisy dan Badui setiap tahun pergi mengunjungi sebuah pohon besar berwarna hijau. Pohon itu diberi nama Dhatu al-Anwat. Mereka menggantung senjata-senjata mereka pada dahan-dahan, memberikan persembahan, dan menghabiskan seluruh hari di dekatnya. Ketika kami bergerak maju, kami melihat sebuah pohon lotus yang besar, maka kami berteriak: “Wahai uutusan Allah, berikanlah kepada kami sebuah Dhatu al-Anwat, seperti yang dimiliki oleh yang lainnya!” Muhammad berbicara: “Allah lebih besar! Demi Dia yang tangannya memegang jiwa Muhammad, engkau berbicara seperti umat Musa berbicara kepadanya: ‘138 … Musa, buatkanlah bagi kami alah, seperti yang mereka miliki.” Dia berkata, “Kalian sesungguhnya adalah bangsa yang bodoh. 139 Sesungguhnya apa yang mereka lakukan akan dihancurkan, dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan’” (Surah al-A’raf 7:138-139).

* Hunain terletak kira-kira 110 km di Timur dari Mekah.

9.03.4 -- Para Muslim Melarikan Diri

Asim melaporkan kepadaku tentang Abd al-Rahman ibn Jabir, yang ayahnya telah mengatakan kepadanya: “Ketika kami di Lembah Hunain, kami menuruni sebuah jurang yang curam sebelum fajar menyingsing. Tetapi para musuh telah menguasai lembah itu sebelum kami dan bersiap-siap untuk menyergap kami dengan persenjataan lengkap di dalam ngarai, tikungan dan jalan-jalan sempit. Sebelum kami menyadari apapun mereka menyerang kami seperti satu orang, sehingga kami dengan segera menarik diri tanpa seorangpun mempedulikan satu sama lain.”

9.03.5 -- Muhammad Tetap Bertahan

Tetapi Muhammad memutar ke kanan dan berteriak: “Di sebelah sini, kalian, bersamaku! Aku adalah utusan Allah. Aku adalah Muhammad ibn Abd Allah”, tetapi orang-orang itu melarikan diri lebih jauh lagi, dan barang-barang yang dibawa oleh unta-unta berantakan. Namun, beberapa Penolong, Emigran dan anggota keluarga, tetap tinggal bersama Muhammad. Jabir lebih lanjut melaporkan: “Salah seorang dari suku Hawazin mengendarai seekor unta yang berwarna kemerahan. Dia membawa bendera hitam di tangannya, diikatkan pada sebuah tombak yang panjang. Dia berdiri di depan suku Hawazin. Ketika ia dapat menjangkau satu orang musuh, dia menusukkan tombak panjang itu kepadanya. Ketika orang-orang percaya pergi menjauhinya, dia mengangkat tombak itu ke udara, kemudian orang yang berdiri di belakangnya akan mengikutinya. Ketika orang-orang suku Mekah yang jahat, yang maju bersama dengan Muhammad, melihat orang-orang melarikan diri, beberapa dari mereka menyatakan kemarahan mereka. Abu Sufyan ibn Harb mengejek: ‘Mereka akan melarikan diri sampai ke laut. Dia memiliki panah yang dapat meramal (tanpa ujung) di dalam wadah panahnya.’ Jabala ibn al-Hanbal berteriak: ‘Hari ini sihirnya tidak akan membawa hasil!’ Safwan berkata kepadanya: ‘Diam! Kiranya Allah mengoyakkan mulutmu. Demi Allah, aku lebih memilih memiliki seorang dari suku Quraisy sebagai tuan daripada seorang dari suku Hawazin.’ Shaiba ibn Uthman berkata: ‘Aku pikir aku akan membalas dendam kepada Muhammad pada hari ini!’ – Ayahnya telah terbunuh di Uhud. – ‘Hari ini aku akan membunuh Muhammad.’ Aku kemudian berjalan di sekeliling Muhammad dengan maksud untuk membunuhnya. Tetapi sesuatu mendatangiku dan menyelubungi hatiku, sehingga aku tidak dapat melakukannya, dan aku menyadari bahwa aku tidak memiliki kuasa atasnya.”

9.03.6 -- Kemenangan Setelah Pelarian

Zuhri menceritakan kepadaku dari perkataan Kathir ibn ‘Abbas, yang menerima penjelasan dari ayahnya: “Aku sedang bersama dengan Muhammad dan menuntun bagal putihnya dengan tali kekang, ketika Muhammad memanggil kembali mereka yang melarikan diri, walau pada saat tidak ada seorangpun mengindahkan dia. Dia kemudian berseru: ‘Wahai ‘Abbas, berteriak dengan kencang: wahai kalian kelompok Penolong, wahai kalian kelompok sekutu!’ Orang-orang itu menjawab: ‘Kami di sini! Kami di sini!’ Mereka ingin kembali bersama dengan unta-unta mereka, namun tidak dapat melakukannya. Sehingga mereka mengambil panji kebesaran mereka dan membuangnya dari leher unta-unta mereka. Mereka kemudian melompat turun sehingga mereka dapat membuka jalan menuju Muhammad dengan membawa perisai dan pedang. Ketika seratus orang telah berkumpul, mereka maju untuk menemui musuh dan bertempur. Pada mulanya teriakannya tenang: ‘Wahai kalian Penolong!’ tetapi akhirnya teriakannya menjadi: ‘Wahai kalian suku Khazraj!,’ karena mereka menahan dengan berani di dalam pertempuran. Muhammad kemudia turun dari untanya, mendatangi para pejuang dan berteriak: ‘Sekarang peperangan dimulai!’ Sementara suku Hawazin yang membawa panji tetap bertempur ke depan dengan cara yang sedemikian rupa, Ali dan salah seorang dari Penolong mengejar dia. Ali mendekati dia dari belakang dan melumpuhkan untanya pada bagian kaki belakang, sehingga unta tersebut jatuh ke belakang. Sang Penolong melompati pria itu dan memberikan dia sebuah serangan yang memukul setengah dari kaki bagian atasnya, sehingga ia terjatuh dari pelananya. Para Penolong bertempur dengan berani sehingga yang lainnya – ketika mereka kembali dari pertempuran – menemukan para tahanan telah terikat pada Muhammad. Muhammad kemudian berpaling kepada Abu Sufyan ibn al-Harith – yang telah bertahan bersamanya dan yang konversinya membuktikan dia tulus – dan bertanya: ‘Siapakah engkau?’ Dia menjawab: ‘Aku adalah putra ibumu, utusan Allah.’”

9.03.7 -- Umm Sulaim

Abd Allah ibn Abi Bakr melaporkan kepadaku: “Ketika Muhammad berputar, dia melihat Umm Sulaim, putri dari Milhan, berkendara menuju kepadanya. Suaminya Abu Talha dan untanya mengikutinya. Karena ia sedang hamil ia menaruh tangannya ke dalam cincin hidung dari unta, karena ketakutan ia tidak dapat mengendalikan unta Abu Talha. Muhammad berteriak: ‘Apakah engkau Umm Sulaim?’ Dia menjawab: ‘Ya,’ dan menambahkan: ‘engkau lebih berharga bagiku daripada ayah dari ibuku. Bunuhlah semua yang melarikan diri darimu dan semua yang memerangimu. Mereka pantas mendapatkannya.’ Muhammad membalas: ‘Sudah cukup Allah sendiri yang menghukum mereka, wahai Umm Sulaim!’ Muhammad kemudian menanyakan kepadanya apa guna dari pisau belati yang dia bawa bersamanya. Dia menjawab: ‘Ini untuk membunuh orang tidak percaya yang berada terlalu dekat denganku.’”

9.03.8 -- Abu Qatada dan Rampasan Perangnya

Abu Qatada berkata: “Pada hari Hunain aku mengamati bagaimana seorang Muslim berkelahi dengan seorang penyembah berhala. Tiba-tiba datanglah seorang yang tidak beriman, yang ingin menolong sahabatnya. Aku mendatanginya dan memotong tangannya. Tetapi ia menggenggam aku dengan tangannya yang lain dan ingin mencekik aku. Dan ia hampir saja berhasil membunuhku, seandainya bukan karena kehilangan darah yang menyebabkan dia lelah. Pada akhirnya ia jatuh ke tanah dan aku memberikannya tusukan yang mematikan. Peperangan itu kemudian menjauhkan aku dari orang-orang yang telah jatuh. Seorang dari Mekah datang dan mengambil rampasan untuk dirinya. Ketika peperangan itu berakhir dan kami telah mengalahkan musuh, Muhammad berkata: ‘Siapapun yang telah membunuh seorang musuh juga boleh mengambil rampasan perang bagi dirinya!’ Kemudian aku berkata: ‘Wahai utusan Allah, aku telah membunuh seorang pria yang darinya rampasan perang bisa diambil, tetapi peperangan menjauhkan aku dari orang yang terbunuh itu dan aku tidak tahu siapakah dia yang mengambil rampasan perang dari orang itu.’ Orang Mekah itu kemudia berkata: ‘Dia berkata dengan jujur, wahai utusan Allah. Berilah kepuasan kepadanya selain daripadaku.’ Tetapi Abu Bakr menjawab: ‘Tidak, demi Allah, dia tidak akan memuaskan dirinya. Bagaimana engkau berniat untuk meninggikan dirimu melawan satu dari singa-singa Allah, yang bertempur demi iman Allah, dan untuk saling berbagi rampasan perang bersama dia? Kembalikanlah kepadanya apa yang telah engkau ambil sebagai rampasan perang dari pria yang dibunuh!’ Muhammad berkata: ‘Ia benar; kembalikanlah rampasan perang tersebut.’ – ‘Aku mengambilnya,’ Abu Qatada melanjutkan, dan menjualnya dan memperoleh dari hasilnya sebidang tanah yang ditumbuhi oleh kurma.’ Pada hari Hunain, Abu Talha mengambil rampasan perang dari dua puluh pria yang dibunuh.’”

9.03.9 -- Pertolongan para Malaikat

Abu Ishaq ibn Yasar melaporkan kepadaku bahwa Jubair telah berkata kepadanya: “Aku melihat, sebelum musuh melarikan diri, bahkan pada saat pertempuran masih sedang berlangsung, sebidang dinding gelap diturunkan dari surga dan berada di antara kami dan para musuh. Kemudian aku melihat semut-semut hitam merangkak di seluruh lembah, dan aku tidak sama sekali tidak ragu, bahwa mereka adalah para malaikat.* Hal itu segera menyebabkan para musuh melarikan diri.”

* Takhayul yang sangat primitif! Ini lebih mendekati dunia para setan daripada kekudusan utusan-utusan Allah.

9.03.10 -- Apa yang Terjadi setelah Pertempuran

Ketika suku Hawazin melarikan diri, banyak dari Bani Malik yang dibunuh. Namun, tujuh puluh pria bertahan di bawah panji mereka, di antara mereka adalah Uthman ibn Abd Allah, yang membawa dan mempertahankan panji setelah kematian dari Dhu al-Khimar (nama panggilan dari Auf ibn Rabi’), sampai ia juga terbunuh. Ketika Muhammad mendengar tentang kematian Uthman, dia berkata: “Kiranya Allah mengutuk dia! Dia adalah musuh dari suku Quraisy!” Ya‘qub ibn ‘Utba ibn al-Mughira melaporkan kepadaku: “Bersama Uthman, terbunuh juga seorang budak Kristen yang tidak disunat.”

Ketika seorang Penolong menemukan seorang dari suku Tsaqif dan budaknya yang tidak disunat, dia memanggil dengan suara keras mungkin: “Wahai kalian suku Badui, Allah tahu bahwa suku Tsaqif tidak bersunat!” Mughira ibn Shu‘ba, yang takut bahwa kata-kata ini akan tersebar di antara suku Badui, menangkap tangannya dan berkata: “Jangan berkata seperti itu, karena engkau lebih berharga kepadaku daripada ayah dan ibuku. Tetapi pria yang terbunuh ini adalah salah seorang dari budak Kristen milik kita.” Dia kemudian memamerkan mayat-mayat lain dan berteriak: “Tidakkah engkau lihat bahwa mereka semua disunat?”

Panji dari pihak sekutu ada di tangan Qarib ibn al-Aswad. Ketika para Muslim melarikan diri, dia menyandarkan panji tersebut pada sebuah pohon dan melarikan diri bersama dengan sepupu-sepupunya dan sahabat-sahabat sukunya, sehingga hanya ada dua orang pria dari pihak sekutu yang terbunuh: Wahb, dari Bani Ghiriya, dan al-Julah, dari Bani Kubba.

Tetapi para mpenyembah berhala melarikan diri ke Ta’if*, bersama dengan Malik ibn Auf. Yang lainnya berkemah di Austas, sementara yang lainnya lagi, dalam hal apapun hanya Bani Ghiyara dari Thaqif, yang pergi ke Nakhla. Pengendara-pengendara Muhammad mengejar Bani Ghiyara, tetapi bukan mereka yang telah menarik diri ke pegunungan.

* “Ta’if” terletak di pegunungan, kira-kira 90 km sebelah tenggara dari Mekah.

9.03.11 -- Duraid ibn al-Simma Mengijinkan Dirinya Sendiri Terbunuh

Rabi‘a ibn Rufai’ menangkap Duraid ibn al-Simma. Dia kira Duraid adalah seorang wanita, dia dia duduk di sebuah tandu. Tetapi ketika ia menghentikan unta dan unta itu berlutut, dia menemukan seorang pria tua di tandu tersebut. Orang itu adalah Durai, yang tidak dikenal oleh pria muda tersebut. “Apa yang engkau inginkan?” Duraid bertanya. “Membunuh engkau,” demikian jawab si pria muda. – “Siapakah engkau?” – “Aku adalah Rabi‘a ibn Rufai’ dari suku Sulam.” – Ia kemudian mengayunkan pedangnya kepada Duraid, tetapi tidak terjadi apa-apa. Duraid kemudian berkata: “Ibumu memperlengkapi engkau dengan sejata-senjata yang buruk. Ambillah pedangku dari bagian belakang tandu ini dan tebaslah dengannya di atas tulang selangka. Begitulah biasanya cara aku menebas pria-pria. Ketika engkau kembali kepada ibumu, beritahulah kepadanya engkau membunuh Duraid ibn al-Simma. Demi Allah, aku melindungi wanita-wanitamu untuk hari-hari yang banyak.”

Bani Sulaim menuduh bahwa Rabi’a mengatakan: “Ketika aku membunuhnya dia terjatuh ke tanah dan menjadi terbuka. Selangkangannya dan bagian dalam dari kakinya tidak berbulu seperti kertas karena banyaknya ia berkendara.” Ketika Rabi’a kembali kepada ibunya dan melaporkan kepadanya tentang pembunuhan Duraid, ibunya berkata: “Demi Allah, dia membebaskan tiga orang dari ibu-ibumu!”

9.03.12 -- Berakhirnya Kisah Abu ‘Amir

Abu ‘Amir berjumpa dengan sepuluh saudara pada hari Autas. Mereka adalah kelompok orang-orang tidak percaya. Salah seorang dari mereka menyerangnya. Abu ‘Amir melawannya, menantangnya untuk berubah kepada Islam dan berkata: “Kiranya Allah bersaksi melawan dia!” Kemudian ia memukul dan membunuhnya setelah ia memanggilnya kepada Islam dan memanggil Allah sebagai saksi terhadap dia. Dia lalu membunuh satu persatu, sampai akhirnya orang yang kesepuluh menyerangnya. Ketika Abu ‘Amir juga memanggil Allah menjadi saksi terhadap dia, pria tersebut menjawab: “Wahai Allahku, janganlah bersaksi terhadap aku!”, di mana Abu ‘Amir berhenti berkelahi. Orang tidak percaya itu pergi dan kemudia ia menjadi seorang Muslim yang baik. Ketika Muhammad melihat dia, ia berkata: “Ini adalah pengungsi dari Abu ‘Amir. Abu ‘Amir kemudia terbunuh dengan panah oleh kedua bersaudara Ala dan Aufa, putra-putra Harith dari Bani Jusham. Yang seorang memukulnya di bagian jantung dan yang lainnya pada lututnya. Abu Musa kemudian memimpin rakyatnya melawan kedua pria itu dan membunuh mereka.

9.03.13 -- Muhammad Melarang Pembunuhan Perempuan

Salah seorang temanku melaporkan kepadaku: “Suatu hari Muhammad melewati seorang perempuan yang telah dibunuh oleh Khalid ibn Walid. Banyak orang berkerumum di sekitar wanit itu. Muhammad bertanya: ‘Apa yang telah terjadi di sini?’ Dia diberikan jawabannya: ‘Itu adalah seorang perempuan yang telah dibunuh oleh Khalid!’ Muhammad kemudian mengutus salah seorang yang hadir itu: ‘Kejarlah Khalid dan beritahukan kepadanya: Utusan Allah melarang engkau untuk membunuh anak-anak, perempuan-perempuan dan pembantu-pembantu.’”

9.03.14 -- Tentang Bijad dan Shaima

Pada hari itu Muhammad berkata: “Jika engkau berhasil menangkap Bijad, seorang pria dari Bani Sa’d, jangan biarkan dia lolos. Dia telah melakukan kejahatan.” Ketika para Muslim mengalahkan dia, mereka membawanya beserta dengan keluarganya kepada Muhammad. Shaima, putri dari Harith ibn Abd al-‘Uzza, seorang saudari tiri dari Muhammad, juga ada bersama dengannya. Ketika ia diperlakukan dengan kasar dalam perjalanan, dia berkata: “Demi Allah, engkau tahu bahwa aku adalah saudari tiri dari utusan Allah. Tetapi mereka tidak mempercayainya sampai dia telah dibawa ke hadapan Muhammad. Pada saat ia berada di hadapan Muhammad, Shaima berkata: “Wahai utusan Allah! Aku adalah saudarimu.” Muhammad bertanya: “Tanda khusus apa yang engkau miliki?” Dia menjawab: “Gigitan di bagian belakangku yang engkau berikan sewaktu engkau berada di atas pangkuanku.” Muhammad mengenali tanda itu. Dia menyebarkan sebuah jubah di hadapan Shaima dan menyuruhnya untuk duduk di atasnya. Muhammad memberi pilihan kepadanya untuk tinggal bersama dengannya, di mana ia akan dihargai dan dihormati, atau kembali kepada rakyatnya dengan hadiah-hadiah. Dia memilih yang terakhir. Muhammd memberikan hadiah-hadiah kepadanya dan mengirimnya kembali kepada rakyatnya. Menurut Bani Sa’d, Muhammad memberikan salah seorang dari budaknya yang bernama Makhul kepadanya dan seorang budah perempuan yang menjadi pasangan dan yang keturunannya masih ada. Allah menyatakan tentang hari Hunain: “Allah telah menolong engkau menang di banyak medan perang, dan pada hari Hunain, ketika banyak yang menyenangkanmu…” (Surah al-Tawbah 9:25)

9.03.15 -- Kampanye Militer Terhadap Ta’if* (Februari 630 M)

Ketika para pengungsi dari Thaqif mencapai Ta’if, mereka menutup pintu di belakang mereka dan membuat persiapan untuk pertahanan mereka.

* “Ta’if” terletak tinggi di atas pegunungan sekitar 90 km tenggara dari Mekah.

‘Urwa ibn Mas’ud dan Ghailan ibn Salama tidak hadir di Hunain, dan juga tidak ada dalam serangan ke Ta’if. Mereka berada di Jurash belajar bagaiamana membangun menara-menara pengepungan, ketapel dan bentuk-bentuk pertahanan lainnya.

Muhammad juga berhasil mencapai Ta’if, setelah ia selesai bertempur di Hunain. Dia pergi melalui al-Nakhla al-Yamaaniyya (50 km sebelah timur Mekah), Qarn (115 km timur dari Mekah) dan Mulaih menuju Buhra al-Rugha’ dekat Liyya, di mana ia membangun sebuah masjid dan shalat. Di Buhra al-Rugha Muhammad mengeksekusi seorang pembunuh.* Itu adalah penebusan dosa berdarah pertama di dalam Islam. Sang pembunuh berasal dari Bani Laith. Dia telah membunuh seorang pria dari suku Hudhayl. Ketika Muhammad berada di Liyya, dia menghancurkan benteng Malik ibn Auf. Dia lalu berangkat melalui sebuah jalan yang disebut “al-Daiqa” (sempit, sulit). Tetapi ia menyebutnya “al-Yusra” (lebar, mudah). Jalan ini membawanya ke Nakhb. Dia berhenti di bawah sebuah pohon teratai yang disebut “al-Sadirah”, dekat tanah milik seorang suku Tsaqaf. Muhammad mengirimkan pesan kepada sang Tsaqf: “Datanglah keluar kepada kami, atau kami akan menghancurkan tamanmu!” Dan inilah yang terjadi, ketika ia tidak keluar menemui mereka.

* Muhammad tidak hanya mengerti dirinya adalah pemimpin religius bagi bangsanya, namun juga sebagai penguasa yang bertanggung jawab di dalam seluruh permasalahan yang bersifat mendunia, yudisial dan masyarakat.

Muhammad kemudian melanjutkan marsnya sampai dia dekat ke Ta’if, dan di sana ia mendirikan kemah. Beberapa dari orangnya terbunuh dengan panah, karena mereka berkemah terlalu dekat dengan tembok kota. Mereka tidak dapat maju lebih jauh, karena pintu gerbang terkunci. Setelah beberapa sahabat terbunuh, Muhammad menyuruh tentaranya untuk berkemah di situs yang sekarang sebuah masjid berdiri. Pengepungan itu berlangsung dua puluh hari. Muhammad membawa dua orang istri-istrinya bersamanya; salah satunya adalah Umm Salama, putri dari Abu Umaiyya. Dia menyuruh memasang tenda untuk mereka dan shalat di antara kedua tenda tersebut. Ketika suku Tsaqif menjadi Muslim, Amr ibn Umaiyya mendirikan sebuah masjid di situs di mana Muhammad shalat. Selama pengepungan terjadi pertempuran berat dengan saling bertukar panah. Muhammad mengirimkan batu-batu dilemparkan ke dalam kota dengan ketapel-ketapel. Penghuni dari Ta’if seharusnya adalah yang pertama diserang dengan alat-alat pemukul dinding.*

* Perangai misi yang buruk! Pengejaran-pengejaran yang ganas, ekspedisi-ekspedisi penaklukkan, mendirikan masjid-masjid dan pertahanan-pertahanan. Prinsip kekuatan berkuasa di dalam Islam. Islam bukanlah agama damai, tetapi adalah sebuah agama negara, agama yang menuntut ketertaklukkan sepenuhnya dari mereka yang ditaklukkan.

Pada hari Shadkha beberapa sahabat Muhammad mendekat untuk mengepung tembok di bawah menara pengepungan. Tetapi suku Tsaqif melemparkan mata bajak yang panas membara ke atas mereka dan pada saat para sahabat keluar dari menara pengepungan mereka menembak mereka dengan panah-panah dan membunuh beberapa pria. Muhammad kemudia memerintahkan kebun anggur milik suku Tsaqif untuk dipotong. Perintahnya dengan segera dilaksanakan. Selama pengepungan di Ta’if, Muhammad berkata kepada Abu Bakr: “Aku melihat sebuah penampakan bagaimana sebuah mangkuk penuh krim diserahkan kepadaku, bahwa seekor ayam jantan mematukinya sampai seluruh isinya tumpah keluar.” Abu Bakr menjawab: “Kali ini aku rasa engkau tidak akan mencapai golmu dengan suku Tsaqif.” Muhammad membalas: “Aku juga berpikir begitu!”

Belakangan, Khuwaila, putri dari Hakim ibn Umaiyya, berkata kepada Muhammad: “Jika Allah menghibahkan engkau untuk menaklukkan Ta’if, maka berikanlah kepadaku perhiasan dari Badia, putri dari Ghailan ibn Salama, atau perhiasan dari Faria, putri dai ‘Aqil!” – Keduanya adalah yang paling berhiaskan berlian di antara wanita dari suku Tsaqif. Terhadap permintaan itu Muhammad dikatakan telah menjawab: “Tetapi bagaimana jika aku tidak dihibahkan kekuasaan atas mereka, wahai Khuwaila?” Khuwaila lalu mendatangi Umar dan memberitahu dia kata-kata ini. Umar berkata kepada Muhammad: “Perkataan-perkataan seperti apa yang Khuwaila hantarkan kepadaku yang berasal daripadamu?” Muhammad menjawab: “Kata-kata yang telah aku ucapkan!” Umar bertanya: “Tidak adakah kekuatan telah dihibahkan kepadamu atas kota itu?” “Tidak”, jawab Muhammad. Umar membalas: “Kalau begitu ijinkan aku memberikan perintah untuk berangkat!” “Lakukanlah hal itu,” balas Muhammad.

Ketika Umar memberikan perintah untuk pergi dan orang-orang sedang berangkat Sa’id ibn Ubaid berteriak: “Dan kiranya suku ini terus ada!” ‘Uyayna ibn Hisn membalas hal ini: “Ya, tentu saja, demi Allah, di dalam ketenaran dan kehormatan!” Kemudian salah satu dari orang percaya itu berkata kepadanya: “Kiranya Allah mengutuk engkau, ‘Uyayna! Apakah engkau memuji para politeis oleh karena oposisi mereka terhadap utusan Allah, dan setelah engkau datang menolongnya?” – “Demi Allah, aku tidak datang untuk memerangi suku Tsaqif. Aku hanya berharap Muhammad akan menaklukkan Ta’if, sehingga aku bisa mendapatkan salah satu dari gadis-gadis dari suku Tsaqif. Aku berharap seorang putra akan dilahirkan bagiku melalui perempuan ini, karena suku Tsaqif adalah orang-orang yang pintar.”*

* Tujuan dari pernikahan bagi para Muslim bukanlah wujud persekutuan dari suami dan istri di dalam arti sebagai sebuah penyatuan roh, jiwa dan tubuh. Beberapa tujuan hanya untuk prokreasi dari putra-putra yang berbakat dan penuh kesuksesan, dengan demikian meningkatkan ketenaran dan kepercayaan diri dari sukunya.

Ketika Muhammad sedang berkemah sebelum Ta’if, beberapa budak dari mereka yang sedang dikepung mendatanginya. Mereka berpindah kepada Islam dan Muhammad memberikan kepada mereka kebebasan mereka.

Ketika beberapa tahun kemudian para penghuni Ta’if berpindah agama kepada Islam, salah seorang dari suku Tsaqif berbicara tentang budak-budak yang terlantar kepada Muhammad – yaitu al-Harith ibn Kalada. Tetapi Muhammad berkata: “Mereka telah dibebaskan oleh Allah.” Suku Tsaqif telah ditawan oleh keluarga Marwan ibn Qays al-Dausi, yang telah berpindah keyakinan kepada Islam dan pergi bersama Muhammad untuk melawan suku Tsaqif. Suku Tsaqif mengatakan mereka adalah keturunan dari suku Qay, dan menyerahkan klaim mereka kepada Muhammad, yang berkata kepada Marwan ibn Qays: “Ambillah tawanan bagi keluargamu orang dari suku Qay yang bertama engkau jumpai.” Marwan berjumpa dengan Ubayy ibn Malik al-Qushayri dan menawan dia. Dahhak ibn Sufyan al-Kilabi mengambil masalah itu ke dalam tangannya dan berbicara dengan suku Tsaqif, yang kemudian dengan segera mengirimkan keluarga Marwan kembali. Marwan kemudian juga melepaskan Ubayy dengan bebas.

9.03.16 -- Nama-nama Muslim yang Gugur pada Hari di Ta’if

Muslim-muslim berikut ini menjadi syuhada pada hari di Ta’if: Dari Bani Umaiyya ibn Abd Shams Sa’id ibn Sa’id bin al-‘As dan seorang dari sekutu mereka (Ghurfuta ibn Jannab [Hubbab] dari suku Asid ibn al-Ghauth). Dari Bani Taim ibn Murra: Abd Allah ibn Abi Bakr, yang terkena panah dan, setelah kematian sang nabi, meninggal di Medinah karena lukanya. Dari Bani Makhzum: Abd Allah ibn Abi Umaiyya ibn al-Mughira, sebagai akibat dari tombak yang dilemparkan. Dari Bani ‘Adi ibn Ka’b: Abd Allah ibn Amir Rabi‘a, seorang dari sekutu mereka. Dari Bani Sahm ibn Amr: Al-Saib ibn al-Harith ibn Qays ibn Adi dan saudaranya Abd Allah. Dari Bani Sa‘d ibn Laith: Julaiha ibn Abd Allah.

Dari para Penolong, yang berikut ini yang masih tinggal: Thabit ibn al-Jadha’ dari Bani Salama dan al-Harith ibn Sahl dari Bani Mazin. Keseluruhan angka dari sahabat Muhammad yang gugur adalah dua belas. Terdapat tujuh orang suku Quraisy, empat Penolong dan seorang pria dari Bani Laith.*

* Di awal pertempuran-pertempuran mereka, para Muslim tidak siap untuk pengepungan-pengepungan benteng-benteng dan kota-kota yang dibentengi; terlebih lagi, mereka beradaptasi untuk peperangan dengan mobilitas dan penggerebegan- penggerebegan dan serangan-serangan cepat.

Dari Ta’if, Muhammad pergi ke Dahna dan mendirikan kemah dengan orang-orangnya di Jirana (sekitar 8 km utara Mekah). Banyak yang melihat suku Hawazin bersama dengannya. Pada hari ia berangkat dari Ta’if, salah seorang dari sahabatnya memanggilnya untuk mengutuki suku Tsaqif. Namun Muhammad berbicara: “Kiranya Allah membimbing suku Tsaqif dan memimpin mereka kepadaku!” Di Ji’rana seorang perwakilan dari suku Hawazin datang ke hadapan Muhammad, di mana ia menahan 6.000 wanita dan anak-anak dan unta-unta dan domba-domba mereka yang tidak terhitung jumlahnya. Perwakilan dari Haqazin mendatangi Muhammad, setelah mereka berpindah keyakinan kepada Islam dan berkata: “Wahai utusan Allah! Kita adalah satu suku dan satu keluarga. Engkau tahu apa yang telah menimpa kami. Tunjukkanlah belas kasihan kepada kami! Allah juga akan melakukan hal yang sama terhadap engkau!” Salah seorang dari suku Hawazin, Abu Surad Zubair, dari Bani Sa’d ibn Bakr, kemudian berdiri dan berkata: “Wahai utusan Allah! Di antara tahanan-tahananmu adalah tante-tante dari sisi ibu dan ayahmu dan penyusu yang menjagamu. Jika kami memberi makan Harith ibn Abi Shimr atau Nu‘man ibn al-Mundhir, dan sesuatu yang mirip telah terjadi kepada kami, sehingga kami akan berharap dia akan memberikan rasa kasihan kepada kami dan mengampuni kami. Engkau adalah yang terbaik di antara mereka yang kehormatan diberikan.”

Muhammad menjawab: “Siapa yang paling engkau kasihi – anak-anakmu atau istri-istrimu atau harta bendamu?” Ia menjawab: “Wahai utusan Allah! Apakah engkau memberikan kami pilihan antara harta benda dan kehormatan kami? Tentu saja istri-istri kami dan anak-anak kami lebih berharga.” Muhammad kemudian berkata: “Mengenai bagianku dan bagian dari putra-putra Abd al-Mutallib: itu akan kami berikan kepadamu, dan ketika aku telah selesai melakukan doa tengah hari, datang dan katakana: ‘kami memohon doa syafaat dari utusan Allah dengan orang-orang percaya dan doa syafaat dari orang-orang percaya bersama dengan utusan Allah untuk istri-istri kami dan anak-anak kami untuk dikembalikan kepada kami!’ Aku lalu akan memberikan kepadamu permintaanmu dan bersyafaat bagimu.” Ketika Muhammad telah shalat mereka berbicara, sama seperti yang telah diinstruksikan oleh Muhammad kepada mereka. Muhammad lalu mengkonfirmasi: “Mengenai bagianku dan bagian dari putra-putra Abd al-Muttalib, kami memberikannya kepadamu!” Para Emigran berkata: “Kami memberikan bagian kami kepada utusan Allah.” Para Penolong mengatakan hal yang sama. Tetapi al-Aqra ibn Habis membalas: “Sejauh yang berhubungan dengan aku dan Bani Ta’min, kami tidak akan melepaskannya!” ‘Uyayna ibn Hisn berkata: “Aku dan Bani Fazaar juga tidak akan melepaskannya!” ‘Abbas ibn Mirdas juga menuntut bagiannya dan untuk Bani Sulaim. Tetapi Bani Sulaim berteriak: “Tidaklah demikian! Kami memberikan apa yang menjadi bagian kami kepada utusan Allah.” ‘Abbas kemudian berkata kepada Bani Sulaim: “Engkau mempermalukan aku.” Dan Muhammad menambahkan kepada hal itu: “Semua dari kalian yang tidak mengklaim para tahanan akan menerima, untuk setiap tahanan di masa depan yang kami ambil, enam bagian.” Abu Wajza Yazid ibn ‘Ubaid al-Sa‘di melaporkan kepadaku: “Muhammad memberikan kepada Ali seorang gadis bernama Raita. Dia adalah putri dari Hilal ibn Hayyan. Dia memberikan Zainab, putri Hayyan, kepada Uthman ibn ‘Affan. Dia juga memberikan kepada umar seorang gadis, yang kemudian memberikannya kepada putranya Abd Allah.”*

* Muhammad memberikan gadis-gadis sebagai budak-budak kepada sahabat-sahabat terdekatnya seperti mereka adalah komiditas-komoditas tanpa kehidupan.

Nafis, seorang pria yang dibebaskan oleh Abd Allah, melaporkan: “Aku mengirim gadis itu kepada pamanku dari Bani Jumah untuk mempersiapkan dan membuat gadis itu siap, karena aku pertama-tama ingin mengelilingi Ka’bah dan kemudian mendatangi mereka dan hidup bersama gadis itu. Ketika aku keluar dari tempat suci, aku memperhatikan segerombolan orang. Menjawab pertanyaanku apa yang sedang terjadi, mereka menjawab: ‘Muhammad telah mengembalikan kepada kami istri-istri dan anak-anak kami!’ Aku kemudian berkata: “Wanitamu ada bersama Bani Jumah. Pergilah dan ambilah dia!’ Mereka pergi dan membawa dia pulang ke rumah.”

‘Uyayna ibn Hisn telah mengambil seorang wanita tua dari suku Hawazin, berpikir bahwa ia mungkin memiliki kerabat di dalam sukunya yang mungkin akan membayar tebusan yang besar untuknya. Ketika Muhammad menuntut kebebasan dari para tahanan di dalam pertukaran untuk enam bagian, dia tidak mau mengembalikan wanita tersebut. Zubair Abu Surad kemudian berkata: “Bebaskanlah dia! Demi Allah, mulutnya tidak segar, dadanya rata, tubuhnya tidak dapat hamil, suaminya tidak menemukan kenikmatan pada dirinya dan susunya telah mongering.” Setelah Zubair mengatakn kata-kata ini, ‘Uyayna ibn Hisn melepaskannya untuk ditukar dengan enam bagian.*

* Bukan keberadaan wanita itu yang menjadi pertimbangan, tetapi keuntungan yang dapat diperoleh darinya, yang menentukan nasib dari wanita yang kasihan ini.

9.03.17 -- Pertobatan Malik ibn ‘Auf al-Nasri

Muhammad meminta keterangan tentang Malik ibn ‘Auf al-Nasri dengan para utusan dari suku Hawazin. Mereka menjawab: “Dia ada di Ta’if bersama suku Tsaqif.” Muhammad menugaskan mereka untuk memberitahu dia bahwa, jika ia ingin datang kepada Muhammad sebagai seorang percaya, Muhammad akan mengembalikan harta miliknya dan serratus ekor unta juga. Ketika Malik mendengar hal ini, dia berangkat dari Ta’if dan bertemu dengan Muhammad. Karena takut suku Tsaqif akan menahan, dia telah menyimpan seekor unta bersiap di luar Ta’if, dan meminta seekor kuda untuk dibawakan kepadanya, yang dengannya ia berkendara keluar dari kota itu di malam hari. Di tempat yang telah disetujui, untanya sedang menantikan dia. Dia menaikinya dan pergi untuk menemui Muhammad di Ji’rana. Yang lain mengatakan bahwa itu ada di Mekah. Muhammad memberikan kembali keluarganya dan juga barang-barangnya serta serratus ekor unta. Malik menjadi seorang Muslim yang baik.*

* Malik adalah seorang dari begitu banyak orang yang, dengan uang, barang-barang atau kelepasan dari anggota keluarga, dimenangkan kepada Islam.

Muhammad menaruh dia atas komando terhadap suku-suku yang menjadi miliknya, yaitu Thumala, Salima dan Fahm, yang juga telah menerima Islam. Malik bertempur bersama kepala mereka dari suku Tsaqif dan memojokkan mereka, karena ia menyerang seluruh kawanan ternak mereka.

9.03.18 -- Pembagian Rampasan Perang

Ketika Muhammad mengembalikan tahanan dari Hunain kepada anggota keluarga mereka, dia lalu pergi. Tetapi orang-orang mengikuti dia dan berkata: “Wahai utusan Allah, bagikanlah di antara kami unta-unta dan domba-domba yang diambil sebagai rampasan perang.” Akhirnya mereka menekan dia ke sebuah pohon dan merobek jubah luar dari tubuhnya. Muhammad lalu berteriak: “Wahai orang-orang, kembalikanlah jubah luarku! Demi Allah, bahkan jika kalian telah mengambil begitu banyak binatang sebagai rampasan perang, sebagaimana banyak pepohonan di Tihama, aku tetap akan membagikannya di antara kalian. Kalian tidak pernah melihat aku sebagai orang yang rakus, berlaku pengecut atau tidak jujur dan kasar.” Dia lalu berpaling kepada seekor unta, menarik keluar sehelai rambut dari punuknya, memegangnya di antara jari-jarinya dan berkata: “Wahai orang-orang, selain dari seperlima bagian, aku tidak pernah mengambil lebih banyak daripada rambut ini dari rampasan perangmu dan bahkan inipun akan dikembalikan kepadamu. Tetapi sekarang bawalah semua yang telah kalian curi – sampai kepada benang dan jarum-jarum. Pencuri membawa kepada seorang yang membawa malu, api dari neraka da naib di Hari Kebangkitan.” Salah seorang dari para Pembantu kemudian membawa seikat rambut dan berkata: “Wahai utusan Allah, aku telah mengambil ini untuk membuat bantal yang terbuat darinya bagi seekor unta yang terluka.” Muhammad kemudian berkata: “Aku melepaskan bagianku.” Dia maksudkan: “Jika sebuah penghukuman yang buruk adalah hasil dari hal tersebut, maka aku tidak ingin ada urusan dengannya,” dan ia melemparkannya.*

* Pengambilan rampasan-rampasan perang adalah dan tetap satu-satunya motivasi utama di dalam Perang Suci. Properti, bangunan-bangunan dan manusia dianggap sebagai hasil khusus dari Allah. Namun pembagiannya tetap adalah sebuah titik yang kritis. Muhammad terus mengklaim seperlima dari rampasan perang bagi dirinya sendiri.
Yesus memimpin diinya sendiri dengan sangat berbeda terhadap uang dan harta milik. Dia berkata kepada para pengikut-Nya: “Engkau tidak dapat menyembah Allah dan Mammon” (Matius 6:24). Dia memilih kepapaan dan kepuasan daripada ketamakan dan kekayaan. Mengambil rampasan perang tidak pernah terpikirkan oleh-Nya dan para rasul-Nya. Yesus memanggil orang-orang Kristen untuk berkorban dan menyangkal diri, tidak untuk mengambil jarahan.

Zaid ibn Aslam melaporkan dari ayahnya: “Aqil bin Abu Talib datang kepada istrinya Fatima, putri dari Shaiba ibn Rabi’a pada hari Hunain dengan pedang yang berlumuran darah. Istrinya lalu berkata: ‘Aku lihat bahwa engkau telah bertempur. Barang rampasan apa yang engkau bawa kembali dari orang-orang yang tidak percaya itu?’ Dia menjawab: ‘Di sini ada sebuah jarum yang dapat engkau gunakan untuk menjahit pakaian-pakaianmu!’ Dan memberikannya kepada istrinya. Dia lalu mendengar bagaimana pemanggil Muhammad memanggil: ‘Siapapun yang telah mengambil apapun, biarlah ia membawa kembali semuanya bahkan jarum-jarum dan benang!’ Segera Aqil kembali dan berkata: ‘Aku percaya jarummu telah hilang!’ Dia mengambilnya dan melemparkannya ke sisa dari barang rampasan.”

9.03.19 -- Banyak dari Suku Quraisy Ditawari Hadiah

Muhammad memberikan hadiah kepada orang-orang terhormat, untuk memenangkan hati mereka dan sahabat-sahabat kesukuan mereka.* Dia memberi Abu Sufyan seratus unta dan juga seratus unta kepada putranya; sama seperti yang dia lakukan untuk Hakim ibn Hizam dan Harith ibn Harith ibn Kalada, saudara lelaki Bani Abd al-Dar. Selain itu, mereka yang menerima seratus unta adalah Harith ibn Hisham, Suhail bin Amr, Huwaitib bin Abd al-'Uzza ibn Abi Qays, Ala ibn Jariyya, seorang dari suku Tsaqif, sekutu Bani Zuhra, 'Uyayna bin Hisn, Aqra ibn Habis , Malik ibn Auf dan Safwan ibn Umaiyya. Orang-orang Quraisy lainnya menerima kurang dari seratus unta. Mereka adalah Makhrama ibn Nawfal al-Zuhri, ‘Umayr ibn Wahb, al-Jumahi dan Hisham ibn Amr, saudara laki-laki dari Bani Amr ibn Lu'ayy. Aku tidak tahu persis berapa banyak dia diberikan, tetapi kurang dari seratus unta. Sa'id ibn Yarbu ibn Ankatha menerima lima puluh dan al-Sahmi juga lima puluh unta. ‘Abbas ibn Mirdas hanya menerima unta jantan dari Muhammad. ‘Abbas menentangnya terhadap Muhammad dan memarahinya dalam ayat-ayat berikut:

Banyak yang melarikan diri, yang aku perintahkan untuk dihentikan, / ketika aku memperbarui serangan saya dengan menunggang kudaku, / membuat orang-orang yang menginginkan tidur tetap terjaga. / Karena aku tidak tidur seperti yang lain. / Tapi barang rampasan yang menjadi milikku dan ‘Ubaid / dibagi antara‘ Uyayna dan al-Aqra. / Meskipun aku adalah pejuang yang kuat, / aku hanya menerima unta muda, / sebagaimana satu unta memiliki kaki. / Tapi baik Hisn maupun Habis tidak melampaui kedua kakekku / dalam pertemuan ini, / mereka berdua juga tidak melebihi aku. / Tapi dia yang kau rendahkan tidak akan bangkit lagi.
* Muhammad memanipulasi bekas musuhnya dengan memberikan hadiah-hadiah besar. Dia membuat mereka terbiasa dengan Islam. Dia membangkitkan dalam diri mereka nafsu dan keserakahan untuk kekayaan dan kekuasaan. Semua ini Muhammad lakukan "atas nama Allah" untuk "penyebaran Islam".
Bertolak belakang dengan ini, Yesus berkata, “Tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Lukas 14:33).
Yesus Kristus tidak memikat para pengikut-Nya dengan emas dan perak, tetapi menempatkan di depan mata mereka pengorbanan, penyangkalan diri, memikul salib dan penganiayaan dalam mengikuti-Nya.

Muhammad kemudian berkata: "Bawa dia pergi dan potong lidahnya dariku!" Mereka kemudian memberinya unta sebanyak yang dia inginkan. Itulah yang dimaksud Muhammad ketika dia berkata "potong lidah."

Ketika beberapa orang Quraisy dan yang lainnya memberi penghormatan kepada Muhammad, ia memberikan hadiah kepada mereka pada Hari Ji‘rana dengan barang rampasan Hunain. Mereka yang memberi hormat kepadanya adalah: Dari Bani Umaiyah: Abu Sufyan bin Harb, Taliq bin Sufyan bin Umaiyyah, Khalid bin Asid. Dari Banu Abd al-Dar: Shaiba ibn Uthman, Abu al-Sanabil ibn Ba'kak, ‘Ikrima ibn Amir. Dari Bani Makhzum: Zuhair bin Abi Umaiyya, Harith bin Hisham, Khalid bin Hisham, Hisham bin Walid, Sufyan ibn Abd al-Asad dan al-Saib ibn Abd al-Saib. Dari Bani ‘Adi ibn Ka'b: Muti ibn al-Aswad, Abu Jahm ibn Hudhaifa. Dari Bani Jumah: Safwan ibn Umaiyya, Uhaiha ibn Umaiyya, ‘Umayr ibn Wahb. Dari Bani Sahm: Adi ibn Qays. Dari Bani Amir ibn Lu'ayy: Huwaitib ibn Abd al-‘Uzza dan Hisham ibn Amr. Dari suku-suku lain: Dari Bani Bakr bin Abd Manat: Nawfal bin Mu‘awiya. Dari Bani Kilab, cabang dari Bani Qays: ‘Alqama bin Ulatha dan Labid ibn Rabi‘a. Dari Bani Amir ibn Rabi‘a: Khalid ibn Haudha dan Harmala ibn Haudha. Dari Bani Nasr: Malik ibn Auf. Dari Bani Sulaim: ‘Abbas ibn Mirdas. Dari Bani Fazaara, cabang Ghatafan: ‘Uyayna ibn Hisn. Dari Bani Handhala, cabang dari Baniu Taimim: Al-Aqra ibn Habis, dari klan Bani Mujashi ibn Darim. Muhammad ibn Ibrahim ibn al-Harith melaporkan kepadaku: “Salah satu sahabat Muhammad berkata kepadanya: 'Wahai utusan Allah, kamu telah memberikan kepada 'Uyayna dan al-Aqra seratus unta dan melewati Ju'ail ibn Suraqa al- Damri!' Muhammad menjawab: ‘Demi dia di mana jiwaku berada, Ju'ail lebih baik daripada semua orang lain di dunia. Yang lainnya seperti ‘Uyayna dan al-Aqra. Saya hanya memberi kepada kedua orang ini agar mereka menjadi orang percaya yang baik, sementara saya sudah memiliki kepercayaan penuh pada iman Ju'ail!’”

9.03.20 -- Kontradiksi Dhu al-Khuwaisira al-Tamimi

Seorang pria bernama Dhu al-Khuwaisira berdiri di depan Muhammad, ketika dia memberikan hadiah kepada orang-orang, dan berkata: "Wahai Muhammad, aku telah melihat apa yang telah kamu lakukan hari ini." Muhammad menjawab: "Jadi, bagaimana menurutmu?" Dia menjawab: "Saya melihat bahwa Anda belum bertindak adil."* Muhammad menjadi marah dan berteriak, “Celakalah kamu! Jika saya tidak adil, lalu siapa yang adil?" Umar bertanya pada Muhammad apakah dia harus membunuhnya. Muhammad menjawab: “Tidak, tinggalkan dia sendiri! Dia akan menemukan pengikut yang akan pergi begitu jauh ke dalam agama sampai mereka keluar darinya (yaitu, sampai mereka meninggalkan agama) seperti panah keluar dari target yang dikenainya. Anda melihat ujungnya dan tidak ada apa-apa di atasnya, sama dengan poros panah dan takik. Panah ini menembus sebelum darah dan kotoran bisa melekat padanya."**

* Suara-suara ketidakpuasan dari Medinah meningkat. Mereka tidak setuju dengan pemberian diplomatik Muhammad yang murah hati kepada para mantan musuh dan penguasa Mekah. Mereka sendiri, sebagai pejuang yang loyal, menerima sedikit atau tidak sama sekali.
** Hadits ini diperdebatkan di kalangan Orientalis, karena muncul dalam koleksi hadits lain yang berkaitan dengan gerakan sektarian tertentu dalam Islam, dan diciptakan untuk melegitimasi pertempuran melawan mereka.

Ketika Muhammad telah memberikan hadiah kepada kaum Quraisy dan suku-suku lain, namun belum memberikan apa pun kepada para Pembantu (dari Medinah), Hassan ibn Thabit membawanya ke tempat tugas dengan puisi berikut:

Kesedihan telah meningkat dan air mengalir dengan bebas dari mata, / mereka dibanjiri oleh aliran air mata, karena cinta menyakitkan untuk Shamma, / yang tampan dan langsing, tanpa kelemahan atau ketidaksempurnaan. / Tapi tinggalkan Shamma sekarang, karena cintanya sangat lemah, dan dan cinta yang lemah adalah kemalangan bagi mereka yang merana karena persatuan. / Datanglah kepada utusan itu dan katakanlah: / “Hai kamu, yang paling dipercaya oleh orang-orang percaya di antara semua orang, / mengapa Sulaim yang jauh menerima pilihan daripada mereka, / orang-orang yang menerima dan memberi kamu dukungan, / di hadapan mereka yang Allah telah sebut Pembantu, / karena mereka mendukung iman kepemimpinan, / bahkan ketika perang berulang kali berkecamuk? / Mereka bergegas menuju jalan Allah, / dan dengan sabar membukakan diri mereka pada kemalangan, / namun tidak menjadi cemas atau putus asa. / Orang-orang bersatu melawan kami karena kamu. / Kami tidak memiliki bantuan selain pedang dan tombak. / Kami bertempur dengan mereka dan tidak membiarkan siapa pun, / dan tidak meninggalkan apa pun yang terungkap dari kami. / Para pemimpin perang membenci kumpulan kita. / Ketika perang sedang berkobar, kami adalah nyala api. / Jadi kami mengusir orang-orang munafik di Badr dan tetap menjadi pemenang. / Kami adalah gerombolanmu di dataran tinggi Uhud, / ketika Mudhar menyatukan kekuatan dalam keangkuhannya. / Kami tidak lemah atau sedih. / Mereka tidak menangkap kita karena kesalahan, / bahkan ketika semua yang lain tersandung.

9.03.21 -- Apa yang Dikatakan oleh Para Pembantu (dari Medinah)

Ketika Muhammad memberikan hadiah-hadiah kepada orang Quraisy (dari Mekah) dan suku-suku lain dan tidak memberikan apa pun kepada para Pembantu (dari Medinah), mereka sangat tersinggung. Mereka membiarkan segala macam kata terbang sampai salah satu dari mereka bahkan berkata: "Demi Allah, Muhammad akan pergi lagi ke bangsanya sendiri!" Sa‘d ibn Ubada kemudian pergi ke Muhammad dan berkata kepadanya: “Wahai utusan Allah, para Pembantu sangat terganggu dengan penanganan Anda atas distribusi barang rampasan. Anda telah membagikannya di antara suku Anda, kepada suku-suku lain diberikan hadiah besar sementara para Pembantu tidak menerima apa pun." Muhammad kemudian berkata: "Dan apa pendapatmu tentang itu?" Sa‘d menjawab: "Ya utusan Allah, aku tidak lain adalah salah satu dari bangsaku sendiri." - "Kalau begitu biarkan orang-orangmu datang ke sini", Muhammad menjawab, "ke daerah tertutup ini." Sa'd mengumpulkan para Pembantu. Beberapa Emigran juga datang. Beberapa diterima, yang lain ditolak.

Ketika Para Pembantu sedang bersama, Sa‘d memberikan kabar kepada nabi. Dia pergi kepada mereka dan berbicara, mengikuti pujian yang biasa kepada Allah: “Hai kamu para Pembantu, apa yang telah kudengar dari kamu dan apa rasa sakit yang telah memasuki hatimu? Apakah aku tidak datang kepada kalian ketika kalian melakukan kesalahan dan apakah Allah tidak menuntun kalian? Apakah kalian tidak miskin dan Allah membuat kalian kaya? Apakah kalian tidak terbagi di antara kalian dan bukankah Allah menyatukan hati kalian? Mereka menjawab: "Yang pasti, Allah dan utusannya baik dan penuh belas kasihan kepada kami!"

"Baiklah kalau begitu," kata Muhammad, "mengapa kamu tidak menjawabku?" Mereka berkata, “Apa yang harus kami jawab? Allah dan utusannya lebih berharga bagi kami. ” Muhammad kemudian berkata: “Demi Allah, jika kalian mau, kalian bisa mengatakan dengan segala kebenaran dan kredibilitas: ‘Ketika kalian datang kepada kami, mereka menyebut kalian pembohong, tetapi kami percaya kalian. Kalian ditinggalkan, kami melindungi kalian. Anda diusir, kami menerima kalian. Kalian membutuhkan bantuan, kami memberi kalian bantuan.'* Apakah kalian ingin menyusahkan diri sendiri karena pernak-pernik duniawi yang telah aku berikan kepada orang-orang, untuk memenangkan mereka kepada Islam, bahkan ketika aku percaya saja pada iman kalian? Apakah kalian akan puas jika orang lain pulang ke rumah dengan domba dan unta, tetapi kalian dengan utusan Allah? Demi Dia yang di tangannya jiwa Muhammad bersandar, jika bukan karena migrasi aku ingin menjadi salah satu dari para Pembantu, dan jika semua orang pergi ke satu sisi dan Pembantu ke yang lain, maka aku akan mengikuti Pembantu. Allah! Kasihanilah para Penolong dan putra serta cucu mereka!” Orang-orang menangis sangat keras sampai membasahi janggut mereka dan berkata: "Ya utusan Allah, kami puas dengan bagian kami dan dengan nasib kami!" Muhammad kemudian berpisah dan orang-orang bubar.**

* Lihat juga Surah al-Duha 93:7-9
** Dialog yang diadakan Muhammad dengan para Pembantunya dari Medinah dapat digambarkan sebagai pencapaian luar biasa dalam kepemimpinan manusia. Islam dalam bahaya pecah, ketika Muhammad memohon kesetiaan dan keyakinan para Pembantunya. Dia memberi mereka pilihan: mereka juga dapat menerima barang rampasan, seperti yang baru saja dimulai dalam Islam, atau mereka dapat diyakinkan akan kehadirannya dan wahyu Allah, tetapi tanpa memiliki bagian barang rampasan. Kemudian diketahui bahwa para Pembantunya akan sering mengambil banyak barang rampasan juga; mereka tidak kekurangan.

9.03.22 -- Ziarah yang Lebih Pendek dari Ji’rana (Maret 630 A.D.)

Dari Ji‘rana, Muhammad pergi untuk naik haji, meninggalkan sisa rampasan perang di Majanna bersama Marr al-Dharan. Ketika ziarah berakhir, ia kembali ke Medinah dan menunjuk ‘Attaab ibn Asid sebagai gubernur Mekah. Dia meninggalkan Mu'adh ibn Jabal bersamanya, sehingga dia bisa mengajar orang-orang di Al-Quran dan agama. Sisa rampasan mengikutinya.

Ketika Muhammad menunjuk ‘Attaab menjadi gubernur Mekah, dia memberinya satu dirham sehari untuk rezekinya. Ketika ‘At-taab mengadakan khotbah, dia berkata: “Semoga Allah membiarkan tubuh dia menjadi lapar yang masih lapar ketika dia memiliki satu dirham! Utusan Allah telah memberiku satu dirham sehari untuk rezekiku. Aku tidak butuh apa-apa dari siapa pun. "

* Demikian pula, Paulus telah menunjuk Timotius untuk melakukan pekerjaan lanjutan di gereja-gereja yang baru didirikannya. Namun tanggung jawab ini tidak ada hubungannya dengan politik, pertahanan atau usaha hukum. Injil harus diberitakan dan struktur kepemimpinan spiritual harus didirikan. Ada juga penatua yang memenuhi syarat yang ditunjuk untuk memenuhi tujuan ini.

9.03.23 -- Ka‘b ibn Zuhair Menemukan Rahmat

Ketika Muhammad kembali dari Taif, Bujair bin Zuhair menulis kepada saudaranya, Ka'b bahwa Muhammad telah mengutuk beberapa orang di Mekah sampai mati yang telah mengejek dan memperlakukannya dengan buruk. Yang tersisa dari penyair Quraisy adalah Ibn al-Ziba'ra dan Hubara bin Abi Wahb dan mereka telah melarikan diri ke segala arah. Dia mungkin, jika dia ingin melakukannya, cepat-cepat ke Muhammad, karena Muhammad tidak membunuh siapapun yang dengan menyesal datang kepadanya. Atau Ka‘b dapat berusaha menyelamatkan hidupnya dengan pergi ke tanah yang jauh.

Ketika Ka‘b menerima tulisan ini, ia menjadi sangat cemas dan tertekan. Dia takut akan nyawanya dan musuh-musuh di sekelilingnya semakin menanamkan rasa takut padanya dengan mengatakan: "Dia akan dibunuh!" Ketika dia melihat tidak ada jalan lain, dia menyusun syair pujian di mana dia memuji Muhammad dan menyebutkan ketakutan dan kengerian yang ditimbulkan oleh musuh-musuhnya.

Dia kemudian pergi ke Mekah dan turun di sebelah seorang kenalan dari suku Juhaina. Pada suatu pagi pria ini membawanya ke Muhammad, yang baru saja melaksanakan sholat subuh. Dia bergabung dalam doa, dan kemudian menunjuk Muhammad dan berkata kepada sang penyair: "Ini adalah utusan Allah! Bangkit dan mohon belas kasihannya! ” Seperti yang dilaporkan kepadaku, dia pergi ke Muhammad, duduk di depannya, mengambil tangannya (Muhammad tidak mengenalnya) dan berkata: “Ka‘b ibn Zuhair telah datang sebagai orang percaya yang bertobat untuk memohon belas kasihan Anda. Akankah kamu menerimanya jika aku membawanya kepadamu?" Muhammad menjawab: "Ya." Dia kemudian menjawab: "Aku Ka‘b, utusan Allah!" Salah satu Pembantu melompat dan berteriak: "Izinkan aku, utusan Allah, untuk memenggal kepalanya!" Muhammad menjawab: "Biarkan dia, dia telah bertobat dan menyesal!" Ka‘b menyimpan kebencian terhadap para Pembantu karena kata-kata salah satu dari mereka ini, karena para Emigran hanya memiliki hal-hal baik untuk dikatakan tentangnya.

9.04 -- Tes

Pembaca yang budiman,
Jika anda telah dengan teliti mempelajari volume ini, anda akan dengan mudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Siapa saja yang mampu menjawab 90% pertanyaan dari 11 volume dari seri ini akan menerima sebuah sertifikat penghargaan tertulis dari pusat kami tentang:

Studi Lanjutan
mengenai kehidupan Muhammad di bawah terang Injil

- sebagai sebuah penyemangat untuk pelayanan bagi Kristus di masa depan.

  1. Apa yang menjadi penyebab penaklukkan terakhir dari Mekah?
  2. Mengapa Abu Sufyan pergi ke Medinah? Bagaimana pertobatannya kepada Islam terjadi?
  3. Bagaimana Muhammad menakklukkan Mekah?
  4. Siapa saja orang yang dieksekusi oleh Muhammad di Mekah? Mengapa orang-orang ini dibunuh?
  5. Apa aksi agamawi yang Muhammad lakukan di Mekah, setelah ia menaklukkan kota asalnya?
  6. Apa yang Muhammad katakana pada saat ia berkhotbah pertama kali di Mekah?
  7. Apa yang terjadi pada saat Perang Hunain? Bagaimana Muhammad membawa kemenangan?
  8. Setelah kampanye yang manakah Muhammad melarang pembunuhan para wanita? Mengapa ia melakukan hal itu?
  9. Apa yang terjadi pada saat kampanye milter Muhammad ke Ta’if? Mengapa ia tidak berhasil mengambil kota ini?
  10. Mengapa Ka ‘b ibn Zuhair mencari belas kasihan dari Muhammad?
  11. Bagaimana Muhammad memberikan penghargaan secara individu kepada suku Quraisy setelah Mekah menjadi Islamik?

Setiap peserta yang mengambil bagian dalam tes ini diijinkan untuk memanfaatkan buku yang tersedia atapun bertanya kepada orang yang ia percaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Kami menantikan jawaban tertulis anda, termasuk alamat lengkap Anda pada selembar kertas atau e-mail. Kami berdoa kepada Yesus, Tuhan yang hidup, bagi Anda, bahwa Ia akan memanggil, memimpin, menguatkan, memelihara dan menyertai anda setiap hari dalam kehidupan anda!

Dalam persatuan dengan Anda dalam pelayanan untuk Yesus,
Abd al-Masih dan Salam Falaki.

Kirimkanlah jawaban Anda ke:
GRACE AND TRUTH
POBox 1806
70708 Fellbach
Germany

Atau melalui e-mail ke:
info@grace-and-truth.net

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 12, 2022, at 02:49 PM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)